Pendidikan
Lautan Ilmu Dari Madinah
#Mengenal Sosok Tabiin
Abu Salamah bin Abdurrahman bin Auf, Lautan Ilmu dari Madinah
Ketakwaan orang tua akan mengantarkan anaknya pada kepribadian mulia. Bibit yang baik akan menumbuhkan tunas yang baik pula. Sistem yang baik melahirkan generasi cemerlang. Sistem kehidupan Islam yang dibangun Rasulullah di Madinah telah sukses mencetak kader-kader terbaik penerus para sahabat. Di antara mereka ialah putra sahabat Nabi saw., Abu Salamah bin Abdurrahman bin Auf ra..
Abu Salamah adalah putra Abdurrahman bin Auf, seorang sahabat Rasulullah yang kaya. Nasabnya secara lengkap adalah Abu Salamah bin Abdurrahman bin Auf bin Abdi Auf bin Abdi bin Harits bin Zuhrah bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab al-Quraisy az-Zuhri al-Hafizh. Imam adz-Dzahabi dalam Siyar A’lamin Nubala’ menempatkannya pada tingkatan kedua dalam jajaran era tabiin. Ia merupakan ulama Madinah. Ada yang mengatakan nama aslinya Abdullah atau Ismail.
Ia dilahirkan pada sekitar 20-an Hijriah. Ia hanya meriwayatkan sedikit hadis dari ayahnya karena sang ayah terlebih dahulu meninggal dunia. Saat itu, Abu Salamah masih kecil.
Sosok Abu Salamah
Umar bin Abdul Aziz menjelaskan sosok Abu Salamah merupakan penuntut ilmu yang fakih dan mujtahid yang memiliki kemampuan berhujah sangat baik. Imam Malik berkata, “Di antara kami ada yang dikenal sebagai ahli ilmu. Nama atau kun-yah salah seorang di antaranya adalah Abu Salamah.”
Abu Salamah pun sering dijuluki salah satu dari 4 orang Quraisy yang diibaratkan seperti lautan ilmu, yaitu Urwah, Ibnu al-Musayyab, Abu Salamah, dan Ubaidillah bin Abdullah. Abu Salamah sempat meriwayatkan hadis dari beberapa sahabat Nabi saw., antara lain dari Usamah bin Zaid, Abdullah bin Salam, Abu Ayyub, Aisyah, Ummu Salamah, Ummu Sulaim, Abu Hurairah, dan beberapa sahabat yang lain.
Abu Salamah gemar melakukan perjalanan untuk menuntut dan menyampaikan ilmu. Keseriusannya menuntut ilmu tidak menghalangi Abu Salamah menjadi orang yang ceria dan selalu berwajah cerah. Ketika Abu Salamah tiba di kota Bashrah, seseorang bernama Muhammad bin Abdullah bin Abi Ya’kub terpesona dengan keceriaan itu sehingga ia berkata, “Wajah Abu Salamah seperti mata uang dinar.”
Abu Salamah sangat rendah hati. Abu Salamah pernah berjalan bersama dua sahabatnya. Ketika Abu Salamah ditanya tentang siapa orang di zaman itu yang paling berilmu, Abu Salamah diam sejenak lalu menjawab, “Salah satu dari kalian berdua.”
Hadis yang Diriwayatkan
Di antara hadis yang diriwayatkan Abu Salamah adalah hadis dari Abu Hurairah yang berbunyi, “Janganlah memperkuat (tekad) untuk melakukan perjalanan kecuali pada tiga masjid: Masjidku ini (Masjid Nabawi), Masjidilharam (di Makkah), dan Masjidilaqsa (di Yerusalem).”
Hadis lain yang bersumber dari Abu Salamah dari jalur Qatadah bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Melihat itu dari Allah dan bermimpi itu dari setan. Ketika salah satu dari kalian bermimpi buruk, hendaklah ia meludah ke kiri sebanyak tiga kali dan ber-taawuz (berlindunglah) kepada Allah dari keburukannya. Maka, hal itu tidak akan membahayakannya.”
Abu Salamah ditunjuk menjadi hakim di Madinah ketika Sa’id bin Ash menjabat sebagai Gubernur Madinah. Ia tetap menjadi qadi Madinah hingga Sa’id tidak lagi menjabat gubernur kota itu pada 54 Hijriah.
Abu Salamah meninggal dunia di Madinah pada 94 Hijriah dalam usia 72 tahun di masa pemerintahan Al-Walid. Seorang ulama bernama Ibrahim bin Qarizh menemui Abdul Aziz, Gubernur Mesir, yang menurutnya tidak mengambil ilmu dari Abu Salamah. Ibrahim berkata, “Engkau telah meninggalkan dua orang laki-laki yang paling tahu tentang hadis, Urwah dan Abu Salamah.”
Khatimah
Sangat jarang kita temukan sosok mulia di sistem sekuler kapitalistik saat ini. Namun, bila kita mempelajari lembar sejarah Islam, sosok inspiratif akan banyak kita temukan. Hal ini menandakan bahwa sistem Islam telah berhasil membentuk karakter unggul di masa keemasannya.
Jika ingin mengembalikan masa kejayaan Islam, maka kita harus meniru bagaimana generasi terdahulu meraihnya. Di antaranya adalah bercermin pada keteladanan mereka. Banyak keteladanan dari Abu Salamah. Ia dijuluki “lautan ilmu” di kalangan tabiin, dipercaya menjadi hakim di Madinah, dan memiliki kerendahan hati yang luar biasa meski memiliki ketinggian ilmu.
Ibarat padi, makin berisi ia makin merunduk. Begitu pun para penuntut ilmu. Makin berilmu seharusnya makin tawaduk. Semoga kita bisa mengambil hikmah dari kisah ini. Memotivasi diri agar senantiasa haus ilmu dan dengan keilmuan itu kita turut andil dalam membangun peradaban Islam.
Wallahu a’lam bishsawab