Politik
Ilusi Demokrasi
Gus Uwik
Peneliti Pusat Kajian Peradaban Islam
Demokrasi yang diharapkan bisa menyejahterakan rakyat, sejatinya hanyalah ilusi semata. Indah dalam teori, namun nihil dalam praktiknya. Karena teori itu sejatinya hanya ilusi. Tidak ada. Yang ada adalah teori indah itu telah di bajak oleh oligarki.
Kasus minyak goreng adalah sedikit fakta. Bagaimana negara yang dalam demokrasi diimpikan menyejahterkan rakyat, ternyata hanya ilusi semata. Negara justru bertekuk lutut kepada oligarki.
Tatkala negara menetapkan harga murah, minyak goreng begitu langka. Hingga rakyat “dipaksa” antri mengular hanya untuk mendapatkan 2 liter minyak goreng. Bahkan, akibat mengatri memakan korban. Ada yang meninggal dunia penuh pilu dan duka. Sungguh menyedihkan.
Tapi, tatkala minyak goreng kembali ke harga mahal, stok tiba-tiba berlimpah ruah. Bahkan banyak di jual berjajar di pinggir-pinggir jalan. Kok bisa?
Ironinya, pemerintah justru meluncurkan bantuan langsung tunai (BLT) sebesar 100rb selama 3 bulan untuk rakyat terdampak dan PKL yang jualan gorengan. Langkah ini justru menunjukkan dengan jelas, negara bertekuk lutut dihadapan oligarki. Tak berdaya menekan sedikitpun. Hanya bisa menyeru saja. Tanpa realisasi. Presiden tidak ada suaru sedikitpun ketika berhadapan dengan oligarki.
Pertanyaannya adalah, kenapa negara tidak mampu memaksa oligarki untuk menurunkan harganya dan mengeluarkan stok yang ada sehingga tidak terjadi kelangkaan? Kemana statement Kemendag yang akan menindak oligarki minyak akibat kelangkaan tersebut?
Jawabannya, bisa jadi para oligarki tersebut selama ini menjadi bohir mesin politik, mereka yang membiayai cost politik selama pemilu atau para oligarki ini memberikan “sesuatu” agar bisnis-bisnis mereka lancar tanpa tersntuh sama sekali.
Jika ini terjadi sungguh sangat ironi dan menyedihkan. Nasib rakyat jadi mainan oleh penguasan yang berkongkalingkong dengan oligarki. Negara akhirnya lebih melayani kepentingan oligarki daripada menyejahterakan rakyat.
Ironinya, jika dalam pembangunan IKN pemerintah akan mengambil opsi menggalaikan iuran bersama kepada seluruh lapisan rakyat. Namun pemerintah justru abay menyelesaikan urusan rakyat yang sudah tegang bahkan meninggal hanya untuk mendapatkan minyak goreng. Dimana hatinurani itu? Sungguh demokrasi hanyalah ilusi.
Kenapa kepada rakyat di seru untuk iuran sedangkan untuk kepada oligarki tidak ada kebijakan yang langsung terkait dengan oligarki? Kenapa malah membuat program BLT? Ini mengkonfirmasi bahwa oligarki tidak tersentuh atau telah menguasai negeri ini atau negara memang sudah tunduk bertekuk lutut kepada oligarki.
Inilah salah satu contoh ilusi demokrasi. Kesejahteraan adalah ilusi dalam demokrasi. Yakin tidak akan pernah terjadi. Rakyat akan terus jadi korban. Karena negara melayani kepentingan oligarki. Rakyat hanya di sapa ketika pemilu saja. Setelah itu rakyat di lempar bahkan kalau perlu di peras untuk kepentingan tuan oligarki
Sudah begitu jelas betapa demokrasi itu ilusi. Bak candu yang membius, ternyata masih banyak yang mabok kepayang berharap pada demokrasi untuk menghasilkan kesejahteraan. Padahal sejatinya setiap pemilu rakyat terus di tipu oleh para oligarki.
Rakyat harus disadarkan bahwa mereka senantiasa jadi obyek. Entah obyek legitimasi ataupun hukum oleh parpol dan rezim. Setelah itu rakyat dicampakkan begitu saja. Tidak pernah sekalipun akan disejahterakan.
Jikalau demokrasi demikian, akankah terus bersandar lagi berharap kepadanya? Nyata ilusinya. Nyata dibajak oleh oligarki.
Tidaklah layak melirik syariat Islam sebagai solusi? Terbukti selama 14 abad menyejahterakan 2/3 dunia. Manusia dengan aneka agama, ras, suku dan bangsa bisa sejahtera, rukun hidup damai bertetangga tanpa ada apapun. Semuanya di bawah aturan Islam. Bukan ilusi, tapi fakta.