Politik
Kecurangan Pilpres
Oleh : Agung Wisnuwardana
KECURANGAN PILPRES ADALAH JALAN MULUS KORPORATOKRASI MENUJU MASA DEPAN INDONESIA YANG SURAM
Pasca pilpres 17 April 2019 kondisi sosial politik di Indonesia bukan mendingin tetapi malah semakin panas. Kondisi sosial politik terus naik suhunya.
Semua ini terjadi karena meningkatnya ketidakpercayaan publik. Public distrust ini semakin hari semakin meningkat dan merupakan akumulasi dari kondisi-kondisi sebelumnya.
Sebelum kampanye dan saat kampanye nampak jelas dan menjadi rahasia umum terjadi mobilisasi ASN, oegawai-pegawai BUMN dan aparat lainnya untuk kepentingan paslon tertentu.
Terjadi DPT bermasalah yang jumlahnya monumental 17,5 juta. OTT caleg yang ternyata telah mempersiapkan amplop untuk serangan fajar dan jelas caleg tersebut adalah pendukung paslon tertentu. Public distrust pun terus menibgkat.
Saat menjelang pilpres ada pencoblosan surat suara di Malaysia yang menguntungkan paslon tertentu. Dan jumlahnya sangat banyak.
Pada hari H pencoblosan ada KPPS yang nyoblosin surat suara dan memasukkannya ke dalam kotak suara. Publik semakin jengah dan tak percaya kalo pemilu berlangsung jurdil.
Setelah pemilihan, ternyata situng KPU menambah ketidakpercayaan publik dengan menginput data yang tidak sesuai dengan dokumen C1 asli. Dan ini menguntungkan paslon tertentu.
Problem-problem seperti di atas ternyata tak hanya 1-2 kasus tetapi ribuan kasus. Ditemukan oleh pihak tertentu ada kecurangan 1200 kasus. Inilah yang disebut problem kecurangan massive.
Dalam konteks ilmu sosial, bila jumlah kasusnya massive maka problem kecurangan tersebut termasuk problem terstruktur dan sistematis. Wajar bila kemudian kecurangan dalam pilpres 2019 disebut terstruktur sistematis dan massive.
Saya jadi teringat pesan Rasulullah SAW
“Sungguh akan ada setelahku para pemimpin pendusta dan zalim. Siapa saja yang mendatangi mereka, kemudian membenarkan kebohongan mereka, atau membantu mereka dalam kezaliman mereka, maka dia bukan dari golonganku dan aku bukan dari golongannya, dan dia tidak akan minum dari telagaku.” (HR Ahmad).
-000-
Problem kecurangan di atas tak bisa dilepaskan dadi sistem korporatokrasi. Negeri ini sudah lama menerapkan sistem korporatokrasi yaitu suatu sistem pemerintahan yang memposisikan diri sebagai pelayan korporasi, pemilik modal dan negara kapitalis.
Korporatokrasi tak bisa dilepaskan dari kapitalisme. Kapitalisme menempatkan satu-satunya kepemilikan adalah kepemilikan pribadi. Kapitalisme memberikan kebebasan kepada pribadi (privat) untuk memiliki apapun juga sebebas-bebasnya sekalipun itu aset yang penting untuk hajat hidup orang banyak.
Kapitalisme hidup dengan subur bila disokong oleh sistem yang melayaninya dan itulah siatem pemerintahan korporatokrasi. Korporatokrasi akan menyiapkan legal formal peraturan yang memberikan keleluasaan pada pergerakan para kapitalis dan negara besar kapitalis.
-000-
Dalam analisis saya, kecurangan yang terstruktur, sistematis dan massive ini tak bisa dilepaskan dari kerangka korporatokrasi. Artinya ada kepentingan para pemilik modal dan negara kapitalis yang menginginkan Indonesia asetnya jatuh ke tangan mereka.
Ambisius Cina dengan proyek OBOR nya menjadi salah satu contoh kepentingan besar terhadap Indonesia. Dan buru-buru akan ditandatangai oleh rezim pentahana April 2019 ini.
Apakah akan kita pertahankan sistem merusak ini ? Apakah akan kita teruskan sistem yang menjerat leher rakyat ini ? Apakah akan kita biarkan lingkaran setan ini mengkerdilkan negeri ini ? Bila tetap kita pertahankan maka masa depan suram untuk Indonesia.
-000-
Negeri ini dan seluruh rakyat Indonesia memerlukan sistem baru yang menempatkan rakyat memiliki aset yang berhak mereka miliki. Suatu sistem yang menjadikan aset publik bear-benar dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
Sistem tersebut adalah sistem ekonomi Islam. Sistem ini menempatkan aset-aset yang menguasai hajat hidup orang banyak menjadi milik umum, milik seluruh rakyat, muslim maupun non muslim. Ini seperti yang disampaikan Rasulullah SAW : “Manusia berserikat (memiliki bersama-sama) dalam 3 hal yaitu air, padang penggembalaan dan api”
Oleh karena itu dalam pandangan Islam, mineral, batubara, minyak, gas, dan berbagai hal yang menguasai hajat hidup orang banyak adalah berstatus kepemilikan umum. Termasuk di dalam kepemilikan umum juga adalah aset yang selayaknya menjadi milik umum seperti jalan, laut, udara dan sebagainya. Dan tentunya terkait dengan keoemilikan umum ini tak boleh di privatisasi. Pemanfaatannya untuk sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, muslim maupun non muslim.
-000-
Sistem ekonomi Islam tak mungkin hidup dan tumbuh dan sistem pemerintahan korporatokrasi, karena tidak matching. Sistem ekonomi Islam membutuhkan sistem pemerintahan yang memberikan ruang secara legal untuk hidup dengan subur. Sistem inilah yang disebut Khilafah Islamiyyah.
Oleh karena itu, sudah waktunya rakyat Indonesia, muslim maupun non muslim menatap jalan baru, jalan untuk maju, berjaya adil, makmur dan berkah. Keluar dari jalan korporatokrasi dan kapitalisme yang sudah lama berlangsung dan merusak.
Jalan baru tersebut adalah Syariah dan Khilafah untuk Indonesia jaya dan menang.