Majelis Taqorrub
Syariah dan Khilafah Untuk Ruang Publik Yang Penuh Rahmat dan Berkah
Oleh Agung Wisnuwardhana
Islam diturunkan Allah SWT melalui Kanjeng Nabi Muhammad SAW dengan seperangkat sistem aturan yang khas. Sistem aturan inilah yang dikenal dengan Syariah Islam.
Syariah Islam terpancar dari aqidah Islam untuk mengatur kehidupan manusia termasuk menyelesaikan problematika manusia.
Syariah Islam terdiri dari 3 lingkup pengaturan :
1. Hubungan manusia kepada Allah (hablumminallah). Di dalamnya terdapat aqidah dan ibadah mahdhah (seperti : sholat, puasa, zakat, haji)
2. Hubungan manusia kepada dirinya sendiri (hablumminannafsi). Di dalamnya terdapat hukum tentang makanan, minuman, pakaian dan akhlak
3. Hubungan manusia kepada sesama manusia (hablumminannas). Di dalamnya terdapat hukum tentang ekonomi, politik, pidana, tata sosial, dsb.
Apakah syariah Islam harus terlaksana secara keseluruhan (kaffah) ? Dengan keimanan, seorang muslim akan menjawab “ya”. Karena hal tersebut adalah kewajiban yang diperintahkan Allah SWT.
Pertanyaan berikutnya, apakah 100% syariah Islam sudah terlaksana di negeri-negeri Islam termasuk Indonesia ? Jawabannya belum.
Sebagian point 1 dan 2 terlaksana. Itupun ditegakkan hanya dengan pilar ketakwaan personal, minus atau minim kekuatan kontrol sosial dan negara.
Sedangkan syariah Islam dalam lingkup point 3 (hablumminannas) hampir tak terlaksana. Ruang publik sepi dengan aturan syariah Islam.
Saat ini ruang publik baik ekonomi, politik maupun tata sosial ramai dengan konsepsi sekulerisme. Sekulerisme inilah yang melahirkan tata aturan kapitalisme.
Pasca runtuhnya Uni Soviet dengan komunismenya , ruang publik semakin gaduh dengan konsepsi sekulerisme dan tata aturan kapitalisme. Bahkan Cina pun terdesak dan menata ulang ekonomi nya dengan tata aturan kapitalisme.
Kapitalisme menawarkan paham liberalisme (kebebasan).
Pada konteks sosial, sangat jelas ruang publik saat ini didesak untuk melegalkan kebebasan bertingkah laku. Misalnya muncul arah untuk melegalkan perilaku LGBT.
Point ini jelas akan berbenturan dengan Syariah Islam yang mengharamkan perilaku LGBT. Oleh karena itu sangat wajar bila umat Islam bergerak agar Syariah Islam terlaksana di ruang publik.
Kapitalisme juga menawarkan kebebasan memiliki. Aset apapun boleh dimiliki secara privat. Kapitalisme mendorong privatisasi aset, termasuk di dalamnya sumber daya alam yang melimpah.
Point ini jelas bertabrakan dengan Syariah Islam. Dalam pandangan Islam, sumber daya alam yang melimpah dan menguasai hajat hidup orang banyak adalah milik umum, milik rakyat baik muslim maupun non muslim.
Bagi seorang muslim yang beriman dan sadar syariah, wajar bila berjuang mengkritisi penerapan kapitalisme dan menawarkan Syariah Islam sebagai pengaturan ruang publik.
Dalam konteks penganggaran, negara yang menerapkan kapitalisme menempatkan pajak dan hutang sebagai sumber utama pendapatan negara.
Sementara Syariah Islam menempatkan pajak bukan sebagai sumber pendapatan utama negara. Pajak hanya ditarik dalam kondisi emergency dan itupun dari kalangan yang kaya. Islam juga mengharamkan hutang luar negeri, apalagi kepada pihak yang akan menjerat leher negeri muslim.
Benturan peradaban dan ideologi adalah sebuah keniscayaan. Islam vs kapitalisme liberal.
Sesuatu yang sah dan wajar bila Syariah Islam ditawarkan ke ruang publik sebagai pengganti peradaban ala sekulerisme kapitalisme dan liberalisne.
Syariah Islam sebagai sebuah perangkat aturan membutuhkan suatu sistem kepemimpinan yang siap mengadopsinya tanpa reserve. Sistem kepemimpinan tersebut adalah Khilafah Islamiyyah.
Dalam pandangan Islam sistem kepemimpinan Khilafah dengan sosok Khalifah nya wajib adanya.
Dalam kitab al-Fiqh ’ala al-Mazhahib al-Arba’ah, karya Syaikh Abdurrahman al-Jaziry, Juz V hal. 362 (Beirut : Darul Fikr, 1996) disebutkan :
“Para imam-imam [Abu Hanifah, Malik, Syafi’i, Ahmad] –rahimahumullah— telah sepakat bahwa Imamah [Khilafah] adalah fardhu, dan bahwa tidak boleh tidak kaum muslimin harus mempunyai seorang Imam [Khalifah] yang akan menegakkan syiar-syiar agama serta menyelamatkan orang-orang terzalimi dari orang-orang zalim…”
Dengan paparan di atas maka tak tepat membenturkan Syariah Islam dan Khilafah dengan Pancasila. Titik kritis yang sedang ditantang oleh Islam adalah ideologi kapitalisme-liberalisme.
Kapitalisme dan liberalisme telah merusak umat manusia (muslim maupun non muslim). Syariah Islam dan Khilafah menawarkan solusi untuk umat manusia (muslim maupun non muslim).
Dalam pandangan Islam, aturan hubungan manusia dengan Tuhan dan aturan hubungan manusia dengan dirinya sendiri diserahkan pada rakyat sesuai keyakinan. Tidak ada paksaan dalam agama.
Sedangkan aturan dalam hablumminannas (ruang publik), Islam menawarkan Syariah Islam dan Khilafah sebagai pengganti kapitalisme-liberal. Kita bisa diskusikan hal ini dalam ruang adu gagasan yang setara dan elegan. Kami siap membuktikan bahwa Syariah Islam dan Khilafah akan menjadikan ruang publik kita rahmatan lil ‘aalamiin.
Akhirnya bila saat ini beberapa kalangan termasuk rezim terus membenturkan Syariah Islam dan Khilafah dengan Pancasila, bahkan melakukan tindakan persekusi dan represif maka kemungkinan nya dua :
1. Pihak tersebut gagal paham
2. Pihak tersebut agen kapitalisme-liberal atau komunisme yang sedang menjadikan Pancasila sebagai kedok.
Bila kemungkinannya yang pertama maka kami sarankan sebaiknya ruang publik diisi dengan adu gagasan tanpa kekerasan dan persekusi.
Bila kemungkinannya yang kedua maka kami akan terus begerak untuk menawarkan gagasan tanpa kekerasan dengan terus bersabar terhadap risiko yang terjadi. Kami yakin hal ini akan menjadi tambahan timbangan kebaikan di yaumul hisab kelak. Aamiin ya Robbal ‘aalamiin.
07/04/2019