Bogor Raya
Bogor Peduli Rempang
Aksi Simpatik Forum Komunikasi Umat Islam Bersatu
BOGOR, Warga Bogor yang tergabung dalam Forum Komunikasi Umat Islam Bogor, Ahad (24/09/2023) kembali menggelar aksi simpatik dengan tema “Bogor Peduli Remoang”. Tidak kurang dari seribu warga Bogor turut hadir dalam aksi yang dilaksanakan di Kawasan Tugu Kujang tersebut.
Aksi diawali dengan konvoi peserta menggunakan kendaraan roda dua dan roda empat seraya membawa poster yang berisi kalimat simpatik kepada Warga Rempang dan kecaman terhadap perilaku kapitalistik oligarki terhadap warga Rempang. “Ada lima titik kumpul sebagai awal keberangkatan peserta aksi,” ujar Koordinator Aksi Ustadz Sutono.
“Warga Bogor yang mengikuti aksi berdatangan menuju Tugu Kujang dari Kawasan Warung Jambu, Kawasan Sukasari, Kawasan Empang, Kawasan Manunggal dan Alun-alun Kota Bogor,” lanjutnya seraya menjelaskan route konvoi.
Lebih lanjut, ustadz muda energik tersebut memaparkan alasan aksi dilakukan adalah merespon terjadinya kekerasan terhadap warga pada Kamis, (7/9/2023) yang lalu dimana, aparat gabungan yang terdiri dari Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Tentara Nasional Indonesia (TNI), Ditpam Badan Pengusahaan, dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) melakukan kekerasan terhadap Warga Pulau Rempang di Jembatan 4 Barelang, Kota Batam, Kepulauan Riau. Tragedi ini muncul akibat aktivitas pematokan tanah sebagai bagian dari memuluskan proyek Rempang Eco-city, yang pelaksanaannya akan digarap oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam bersama perusahaan swasta PT Makmur Elok Graha (MEG). Hal tersebut merupakan bentuk kesewenang-wenangan pemerintah kepada rakyatnya. Warga di 16 kampung diusir atas nama relokasi.
Menyikapi Tragedi Rempang Galang tersebut, Warga Bogor yang tergabung dalam Forum Komunikasi Umat Islam Bersatu menyatakan sikap sebagai berikut:
PERTAMA, bahwa masyarakat Melayu Rempang memiliki hak atas tanah yang telah berabad-abad mereka tempati dan jauh sebelum Republik Indonesia berdiri. Hal ini berdasarkan dari Kitab Tuhfat An- Nafis karya Raja Ali Haji (terbit perdana tahun 1890), dijelaskan bahwa penduduk Pulau Rempang, Galang dan Bulang adalah keturunan dari Prajurit/Lasykar Kesultanan Riau Lingga, yang sudah mendiami pulau-pulau tersebut sejak tahun 1720 M, di masa pemerintahan Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah I. FKUIB mendesak Pemerintah untuk menghormati hak tanah ulayat adat melayu dan memberikan kemudahan bagi rakyat untuk mengurus administrasi dan pengelolaan, sebagaimana Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria;
KEDUA, FKUIB mendesak Pemerintah agar proyek Rempang Eco-City dicabut sebagai proyek strategis nasional (PSN), karena sangat terlihat rencana proyek pemerintah bersama investor China tersebut sangat ambisius bahkan dengan cara mengorbankan masyarakat yang telah lama hidup di Pulau Rempang. Negara mempertontonkan keberpihakan nyata kepada investor yang bernafsu menguasai Pulau Rempang untuk kepentingan bisnis mereka;
KETIGA, FKUIB mengutuk keras bilamana ada tindakan represif, intimidasi dan kekerasan yang dilakukan oleh aparat terhadap masyarakat Pulau Rempang dan Galang, sehingga masyarakat mengalami cedera, trauma dan kerugian materi. Dinamika pengerahan alat negara berupa aparat keamanan dalam kasus-kasus perampasan tanah milik masyarakat menunjukkan dukungan penuh negara terhadap investasi, serta tidak adanya keberpihakan pada masyarakat yang telah menempati tanah tersebut lintas generasi;
KEEMPAT, bahwa Pemerintah yang mengutamakan investasi dengan mengorbankan rakyat dan tanah melayu Rempang adalah kebijakan kapitalistik, dzalim dan melanggar hukum ini harus segera dihentikan.
KELIMA, FKUIB mengingatkan pemerintah dan seluruh masyarakat Indonesia, bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
“Siapa saja yang mengambil sejengkal tanah secara zalim, maka Allah akan mengalungkan tujuh bumi kepada dirinya” (HR Muttafaq ‘alaih).
Sadarilah bahwa sengketa lahan dan perampasan lahan tidak akan pernah tuntas selama tidak dikelola dengan syariah Islam. Hanya syariah Islam yang bisa memberikan perlindungan menyeluruh dan berkeadilan bagi seluruh umat manusia. Bergegaslah menuju penerapan Islam secara kaffah, karena di sana pasti terdapat keberkahan yang berlimpah.
Terakhir, FKUIB menegaskan bahwa Umat Islam wajib berjuang menyelesaikan qadhiyah mashiyah-nya yaitu i’adatul hukmi bima anzalallah dengan menegakkan Khilafah Islamiyyah, suatu negara adidaya atau daulatul ula, yang akan mengakhiri hegemoni negara-negara penjajah baik timur maupun barat, baik yang berideologi kapitalis maupun komunis, lalu menebarkan kebaikan: kesejahteraan, kemakmuran, ketenteraman, keamanan, kesentosaan, keadilan, mewujudkan rahmatan lil ‘alamin dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala; [MBRK]