Connect with us

Pendidikan

Pulang Kampung Hakiki

Oleh: dr.sinta prima wulansari

Masyarakat muslim Indonesia banyak yang melakukan mudik saat hari raya, yakni Idul Fitri atau Idul Adha. Menjelang hari raya, sang anak yang tinggal jauh merantau dari orang tua akan berupaya untuk pulang ke kampung halaman agar bisa berjumpa keluarga dan bersilaturrahim. Segala persiapan pun dilakukan. Menabung untuk segala keperluan selama pulang, berburu tiket beberapa bulan agar tak kehabisan, menyusun bermacam-macam barang bawaan, rela berdesak-desakan di kendaraan, menikmati kemacetan jalanan, sampai tidur di pelabuhan. Meski ekonomi pas-pasan, harapan berkumpul dengan keluarga saat Lebaran akan menjadi semangat di tengah-tengah rasa lelah. Harga tiket yang membumbung tinggi, tarif tol yang tak bersahabat, tak menyurutkan niat para pemudik.

Rindu kampung halaman merupakan hal yang manusiawi, begitu juga dengan Rasulullah. Telah cukup lama Rasulullah Muhammad SAW mendiami Madinah. Semenjak hijrah dari kota kelahirannya, Mekkah, Nabi memendam rasa semacam rindu. Kepada siapa saja yang baru kembali darinya, ia akan menanyakan tentang kabar kampung halamannya itu.

Suatu hari seorang sahabat bernama Ashil Al-Ghifari baru kembali dari Mekkah. Ketika hendak menemui Nabi, istri Rasulullah Aisyah Radiallahu Anha bertanya kepadanya, “Wahai Ashil, bagaimana keadaan Mekkah sekarang?”

Ashil menjawab, “Aku melihat Mekkah subur wilayahnya, dan menjadi bening aliran sungainya.”

“Duduklah engkau, wahai Ashil. Tunggu sampai Rasulullah datang,” kata Aisyah.

Tak lama, Rasulullah pun keluar dari kamar dan menanyakan hal yang serupa. Ia berkata, “Wahai Ashil, ceritakanlah padaku bagaimana keadaan Mekkah sekarang?”

Ashil menjawab, “Aku melihat Mekkah subur wilayahnya, telah bening aliran sungainya, telah banyak tumbuh idzkirnya (nama sejenis pohon), telah tebal rumputnya, dan telah ranum salamnya (sejenis tanaman yang biasa digunakan untuk menyamak kulit).”

“Cukup, wahai Ashil. Jangan kau buat kami bersedih,” ucap Rasul dengan penuh rindu.

Dalam fase kehidupan manusia pun juga akan melewati masa “pulang kampung” setelah habis masa berkiprah di dunia, yakni kembali menghadap kepada Allah SWT, selamanya. Allah SWT berfirman, “Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?” (QS. Al-An’aam: 32)

“Dan kampung akhirat itu lebih baik bagi mereka yang bertakwa. Maka apakah kamu sekalian tidak mengerti?” (QS. Al-A’raaf: 169)

“..Dan sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memikirkannya?” (QS. Yusuf: 109).
Hanya sementara saja kita hidup di dunia, semua aset akan ditinggalkan atau diwariskan, yang kita bawa pulang hanyalah amalan. Alangkah rugi jika selama hidup di dunia justru lebih banyak mengejar harta. Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, Rasulullah saw pernah memegang pundaknya, lalu berkata,

كُنْ فِى الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ ، أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ

“Hiduplah kalian di dunia seakan-akan seperti orang asing, atau seperti seorang pengembara.”

Ibnu ‘Umar lantas berkata,

إِذَا أَمْسَيْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ ، وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الْمَسَاءَ ، وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ ، وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ

“Jika engkau berada di petang hari, janganlah tunggu sampai datang pagi. Jika engkau berada di pagi hari, janganlah tunggu sampai datang petang. Manfaatkanlah waktu sehatmu sebelum datang sakitmu. Manfaatkanlah pula waktu hidupmu sebelum datang matimu.” (HR. Bukhari, no. 6416).

Dalam rangka pulang ke kampung akhirat, maka mari bersama-sama memperbanyak bekal akhirat, meningkatkan ketaqwaan, menjalankan syariat Islam, dalam urusan diri sendiri, hubungan dengan Allah, serta syariat yang mengatur hubungan sesama manusia. Berdakwah menasihati manusia agar melaksanakan syariat dan menegakkan institusi pelaksananya, yakni khilafah, juga bagian dari bekal akhirat, bahkan menjadi amal jariyah. Jangan sampai kita lebih sibuk dengan mudik lebaran daripada mempersiapkan mudik ke kampung akhirat. Semoga kita dapat berjumpa di kampung akhirat dalam kondisi mulia di jannah-Nya. Wallahu a’lam.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

three × 4 =