Connect with us

Majelis Taqorrub

Perlawanan Terhadap Dakwah #4

Sri Rahayu

Raja Najasy memanggil utusan kaum muslimin menghadapnya. Beliau meminta utusan, menjelaskan semua tuduhan kafir Quraisy.

Ja’far bin Abi Thalib, anak paman Nabi dengan tenang penuh wibawa menghadap paduka raja. Raja Najasy bertanya, “Tidakkah agama yang kalian anut sampai-sampai memisahkan diri dari kaum kalian. Dan dengan Agama itu pula kalian tidak masuk ke dalam agamaku. Juga agama manapun dari berbagai agama yang ada?”
0
“Paduka Raja, dulu kaum kami hidup dalam jahiliyah. Masyarakat Mekah terbiasa hidup dalam kegelapan. Menyembah berhala, mabuk-mabukan, biasa berzina, membunuh anak perempuan yang baru lahir, berjudi…” Ja’far mulai memberikan penjelasan.

“Kemudian Islam datang. Menerangi hidup kami. Keimanan telah membebaskan kami dari menyembah berhala. Sampailah hidayah Islam yang dibawa Nabi kami Muhammad Saw. Memulailah hidup kami terang benderang dalam cahaya Islam. Hidup kami menjadi sangat bermakna. Kering kerontang dahaga terbasuh dengan sejuknya hidayah Islam. Kebahagiaan hakiki sangat kami rasakan. Kami memahami arti hidup. Rasulullah Saw mengajarkan dan membina kami dengan Al Quran.” Begitulah kurang lebih Ja’far menyampaikan pada Raja. Raja yang adil itu menyimak dengan seksama.

Ja’far melanjutkan penjelasannya, “Namun kaum kafir Quraisy tak suka kami mengikuti agama Muhammad. Mereka menyiksa, membatasi ruang gerak dan memaksa kami meninggalkan agama kami. Maka keluarlah kami menuju negeri Paduka. Kami memilih negeri Paduka daripada negeri yang lain. Kami senang bertetangga dengan Paduka. Kamipun berharap tak akan mendapat penyiksaan di negeri Paduka.”

Raja Najasy memperhatikan untaian kalimat Ja’far, kemudian bertanya. “Apakah engkau membawa sesuatu dari Rasul kalian yang diwahyukan Allah? Dan kalian bisa membacakannya di hadapanku?”

“Ya, jawab Ja’far. Kemudian dibacakan QS Maryam [19] : 29-33.

فَأَشَارَتْ إِلَيْهِ ۖ قَالُوا كَيْفَ نُكَلِّمُ مَنْ كَانَ فِي الْمَهْدِ صَبِيًّا

قَالَ إِنِّي عَبْدُ اللَّهِ آتَانِيَ الْكِتَابَ وَجَعَلَنِي نَبِيًّا
وَجَعَلَنِي مُبَارَكًا أَيْنَ مَا كُنْتُ وَأَوْصَانِي بِالصَّلَاةِ وَالزَّكَاةِ مَا دُمْتُ حَيًّا

وَبَرًّا بِوَالِدَتِي وَلَمْ يَجْعَلْنِي جَبَّارًا شَقِيًّا

وَالسَّلَامُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُ وَيَوْمَ أَمُوتُ وَيَوْمَ أُبْعَثُ حَيًّا

“Maka dia (Maryam) menunjuk kepada (anak)nya. Mereka berkata, “Bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih dalam ayunan?” (29)

Dia (‘Isa) berkata, “Sesungguhnya aku hamba Allah, Dia memberiku Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi, (30)

“dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkahi di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (melaksanakan) salat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup;” (31)

“dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka.” (32)

“Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari kelahiranku, pada hari wafatku, dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.” (33)

Ketika pembesar istana mendengarkan ayat yang dibacakan Ja’far, langsung berkata, “Ini adalah kata-kata yang keluar dari sumber yang sama, yang menjadi sumber kata-kata junjungan kita al-Masih.”

Raja Najasy kemudian berkata, “Demi Dzat yang ‘Isa datang dengan kata-kata ini, sesungguhnya ini benar-benar keluar dari cahaya yang satu.”

Raja Najasy menoleh pada dua utusan kafir Quraisy dan berkata kepada keduanya. “Pulanglah! Demi Allah, saya tidak akan menyerahkan mereka kepada kalian berdua.”

Keduanya sangat marah, api kebencian yang sudah tersulut dari awal langkah kian membesar. Membakar seluruh aliran darah. ‘Amru bin ‘Ash keluar dari istana penuh dendam kesumat pada Ja’far dan kaum muslimin.

Masih tetap kokoh pada pendiriannya, mereka tak menyerah begitu saja. Dihari kedua, dua utusan ini kembali menghadap raja. Mereka berkata, “Kaum muslimin benar-benar membicarakan ‘Isa bin Maryam dengan kata-kata buruk dan kotor.!”

Mendengar laporan ‘Amru bin Ash, Raja mengirim utusan kepada kaum muslimin dan menanyakan kepada mereka tentang ‘Isa. Kaum muslumin membalas kunjungan utusan raja dengan mengirimkan kembali Ja’far bin Abi Thalib sebagai juru bicara.

Ja’far berkata, “Kami berkata mengenahi ‘Isa sesuai dengan apa yang kami peroleh dari Nabi kami. Beliau mengatakan, ‘Isa adalah hamba Allah, utusan Allah, ruh Allah dan kalimat Allah yang dihembuskan kepada Maryam, perawan suci.”

Mendengar penjelasan Ja’far, Raja Najasy mengambil sepotong kayu dan membuat garis di atas tanah seraya berkata kepada Ja’far, “Antara agama kalian dan agama kami (perbedaannya) tidak lebih dari garis ini.”

Dengan penuh kedongkolan kedua utusan kafir Quraisy menyadari misinya telah gagal. Mereka mengundurkan diri dari raja dan kembali ke Mekah dengan tangan hamba dan hati hancur berkeping-keping.

Ayat-ayat yang dibaca Ja’far bukannya membukakan pintu hidayah, tetapi kian membakar api kebencian dan merencanakan langkah apa lagi yang harus dilakukan untuk memberangus Islam.

Bagaimana perkembangan dakwah Nabi di Jazirah Arab? Langkah permusuhan apa lagi yang mereka gencarkan?

Nantikan sarapan esok pagi, insyaAllah.

Padang, 13/04/2019