Politik
Pembohong Tidak Layak Jadi Pemimpin
Oleh : KH Hafidz Abdurrahman, MA(Khadim Ma’had Syaraful Haramain)
Sudah jelas janji-janjinya pada kampanye 2014 banyak yang tidak ditepati, Presiden Jokowi malah difasilitasi oleh sistem pemerintahan demokrasi untuk mencalonkan menjadi presiden lagi. Di perparah pada Debat Capres 2019, dia memproduksi banyak kebohongan lagi. Lantas bagaimana pandangan Islam dengan pemimpin semacam ini? Bagaimana meminimalisir lahirnya pemimpin yang kerap mengingkari janji? Jawabannya ada dalam wawancara wartawan Tabloid Media Umat Joko Prasetyo dengan Khadim Ma’had Syaraful Haramain KH Hafidz Abdurrahman. Berikut petikannya.
APA PERSAMAAN DAN PERBEDAAN “BERBOHONG” DENGAN “PEMBOHONG”?
Berbohong adalah perbuatan tercela dan dosa besar, jika dilakukan tidak dalam kondisi yang dikecualikan oleh syariat. Karena, syariat Islam mengecualikan tiga tindakan berbohong yang diperbolehkan. Pertama, berbohong kepada musuh dalam perang. Kedua, berbohong kepada orang yang hendak didamaikan. Ketiga, suami berbohong isteri, dan isteri berbohong kepada suaminya. Selain itu, berbohong hukumnya haram.
Itu jika dilakukan sekali. Tetapi, jika dilakukan berkali-kali, maka pelakunya pun disebut pembohong.
APAKAH PRESIDEN JOKOWI SUDAH DAPAT DIKATAKAN SEBAGAI PEMBOHONG? MENGAPA?
Jika seseorang sudah berbohong berkali-kali, maka dia disebut pembohong. Seorang pembohong pun, karena sudah terbiasa berbohong, sampai tidak merasa kalau dirinya sedang berbohong. Begitulah tabiat pembohong. Silakan dibuktikan sendiri.
MENGAPA PRESIDEN BISA MENJADI PEMBOHONG?
Orang bisa menjadi pembohong, yang paling mendasar, karena tidak takut kepada Allah. Kalau takut kepada Allah, maka tidak akan mungkin menjadi pembohong. Jangankan menjadi pembohong, berbohong pun tak sanggup dia lakukan. Karena, Allah menyatakan,“Kami jadikan laknat Allah kepada pembohong” (QS Ali ‘Imran: 61).
Allah menyatakan para pembohong itu adalah mereka yang tidak yakin dengan ayat-ayat Allah. Allah berfirman, “Sesungguhnya orang yang berani berbohong adalah orang tidak meyakini ayat-ayat Allah. Merekalah para pembohong” (QS An-Nahl: 105).
Pembohong adalah ciri orang munafik. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW, “Ciri orang munafik itu ada tiga. Jika berbicara, dia berdusta. Jika berjanji, dia ingkar. Jika diberi amanah, dia berkhianat” (HR Bukhari-Muslim).
APA BAHANYA KALAU PRESIDEN KERAP BERBOHONG?
Berbohong itu merupakan jalan kepada berbagai kejahatan [al-fujur], kata Nabi. Jika seorang pembohong menjadi pemimpin, maka bukan hanya rakyatnya yang akan menjadi korban, negerinya pun bisa dikorbankan.
Itulah, mengapa Nabi SAW menyatakan, “Sesungguhnya seorang pemimpin tidak akan membohongi rakyatnya” (HR Ibn Atsir, Al-Kamil fi at-Tarikh). Bahkan, Nabi SAW mengancam, “Tidaklah seorang hamba yang diberi amanah Allah mengurus urusan rakyat, kemudian dia mati, saat dia mati dia berbohong kepada rakyatnya, maka Allah haramkan surga untuknya” (HR Muslim).
SEPERTI APA PANDANGAN ISLAM TERHADAP “BERBOHONG” DAN “PEMBOHONG”?
Islam memandang berbohong sebagai dosa besar, yang diancam adzab di neraka. Sebagaimana firman Allah SWT, “Kami jadikan laknat Allah kepada pembohong.” (QS Ali ‘Imran: 61). Ini juga ditegaskan oleh Nabi SAW, “Berhati-hatilah kalian dengan berbohong. Karena berbohong bisa mengantarkan pada kejahatan. Kejahatan mengantarkan pada neraka.” (HR Bukhari).
Jika berbohong sekali hukumnya haram, dan berdosa, bahkan dinyatakan sebagai dosa besar, apalagi jika berbohong berkali-kali, sehingga disebut pembohong. Tentu lebih besar lagi dosanya.
BAGAIMANA PULA ISLAM MEMBERIKAN PANDUAN KEPADA UMAT DALAM MENYIKAPI PEMIMPIN PEMBOHONG?
Pemimpin pembohong, dalam pandangan Islam, sudah kehilangan keadilannya. Karenanya, tidak layak dijadikan pemimpin. Jika sistem Islam diterapkan, pemimpin seperti ini bisa diberhentikan di tengah jalan, tidak harus menunggu pemilu lima tahunan. Tetapi, cukup diserahkan kepada Mahkamah Madzalim.
Jika Mahkamah Madzalim tidak melakukan tindakan yang semestinya untuk menghentikan pemimpin seperti ini, maka umat, dan Majelis Umat bisa mendesak Mahkamah Madzalim agar segera mengambil tindakan yang diperlukan.
LAHIRNYA PEMIMPIN PEMBOHONG ITU MURNI KARENA INDIVIDUNYA ATAU ADA KAITAN ERAT DENGAN SISTEM YANG DIBERLAKUKAN?
Lahirnya pemimpin pembohong itu, yang paling mendasar, karena faktor sistemnya.
MENGAPA?
Karena, di dalam sistem yang rusak, pemimpin yang baik bisa dikalahkan, dan pemimpin yang rusak bisa dimenangkan. Inilah harga yang harus dibayar oleh umat, ketika mereka menerima diberlakukanya sistem yang rusak dalam kehidupan mereka.
Bahkan, yang lebih menyedihkan, sudah tahu pemimpinnya berbohong, dan pembohong, tetap saja dibela, dan dipuja. Sebaliknya, orang, kelompok dan figur yang jujur pun dituduh pembohong. Yang amanah pun dituduh khianat. Sementara, yang sudah jelas-jelas pembohong disebut jujur, dan pengkhianat disebut amanah.
Bahkan, bukan hanya tidak jujur, dan berkhianat, dia pun bodoh, tapi tetap saja diberi kepercayaan untuk memimpin. Karena sistem yang rusak ini memungkinkan orang-orang seperti itu ada, dan menjadi penguasa. Persis seperti yang dinyatakan dalam hadits Nabi.
SISTEM SEPERTI APA YANG HARUS DITERAPKAN UNTUK MENCEGAH ATAU SETIDAKNYA MEMINIMALISIR TERPILIHNYA PEMIMPIN PEMBOHONG?
Sistem yang bersih, baik dan sempurna. Sistem yang datang dari Dzat yang Maha Bersih, Baik dan Sempurna. Itulah sistem Islam, termasuk di dalamnya khilafah. Dalam sistem seperti ini, seorang pembohong, pengkhianat, apalagi bodoh, tidak akan mempunyai kesempatan untuk menjadi pemimpin. Karena jelas tidak memenuhi syarat.
Kalau sampai terpilih, maka sistem ini mempunyai mekanisme untuk menghentikannya di tengah jalan, tanpa harus menunggu pemilu lima tahunan. Dengan begitu, negeri dan rakyatnya akan terselamatkan dari bahaya pemimpin pembohong, pengkhianat, dan bodoh tadi.[]