Connect with us

Ekonomi

Ukuran Kebahagiaan Masyarakat

Gross National Happiness in Islamic Perspective

Pendahuluan

Keberhasilan Pembangunan Nasional sering diukur menggunakan GNP dan GDP. Negara yang sejahtera adalah negara yang mampu meraih angka GNP dan GDP. Suatu negara dapat dikatakan maju jika penduduknya memiliki pendapatan per kapita lebih dari US $3000. Kemudian lahir Indeks Kebahagiaan di tengah kesadaran global bahwa pembangunan suatu negara sebaiknya tidak hanya fokus kepada pencapaian pertumbuhan ekonomi (GDP) semata. Ide tersebut pertama kali digagas pada tahun 1972 oleh Raja Bhutan, Jigme Singye Wangchuck yang memasukan kebahagiaan rakyat atau Gross National Happiness (GNH) sebagai target pencapaian pemerintah. Apa yang dimaksud GNH? Bagaimana dengan Indonesia dan Pandangan Islam tentang GNH?

 

Indikator Keberhasilan Pembangunan

Untuk mengukur sejauh mana kemajuan pembangunan dicapai diperlukan ukuran (indicator). Indicator dan variable pembangunan bisa berbda-beda untuk setiap Negara. Di Negara-negara yang masih miskin, ukuran kemajuan dan pembangunan mungkin masih sekitar kebutuhan-kebutuhan dasar seperti listrik masuk desa, layanan kesehatan pedesaan, dan harga makanan pokok yang rendah. Sebaliknya, di Negara-negsara yang telah dapat memenuhi kebutuhan tersebut, indikator pembangunan akan bergeser kepada faktor-faktor sekunder dan tersier (Tikson, 2005).

Lembaga-lembaga internasional menggunakan Indicator ekonomi antara lain pendapatan perkapita (GNP atau PDB), struktur perekonomin, urbanisasi, dan jumlah tabungan. Di samping itu terdapat pula dua indicator lainnya yang menunjukkan kemajuan pembangunan sosial ekonomi suatu bangsa atau daerah yaitu Indeks Kualitas Hidup (IKH) dan Indeks Pembangunan Manusia (HDI). Berikut ini, akan disajikan ringkasan kelima indikator tersebut :

  1. Pendapatan perkapita

Pendapatan per kapita, baik dalam ukuran GNP maupun PDB merupakan salah satu indikaor makro-ekonomi yang telah lama digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi. Dalam perspektif makroekonomi, indikator ini merupakan bagian kesejahteraan manusia yang dapat diukur, sehingga dapat menggambarkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Tampaknya pendapatan per kapita telah menjadi indikator makroekonomi yang tidak bisa diabaikan, walaupun memiliki beberapa kelemahan. Sehingga pertumbuhan pendapatan nasional, selama ini, telah dijadikan tujuan pembangunan di negara-negara dunia ketiga. Seolah-olah ada asumsi bahwa kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat secara otomatis ditunjukkan oleh adanya peningkatan pendapatan nasional (pertumbuhan ekonomi). Walaupun demikian, beberapa ahli menganggap penggunaan indikator ini mengabaikan pola distribusi pendapatan nasional. Indikator ini tidak mengukur distribusi pendapatan dan pemerataan kesejahteraan, termasuk pemerataan akses terhadap sumber daya ekonomi.

  1. Struktur ekonomi

Telah menjadi asumsi bahwa peningkatan pendapatan per kapita akan mencerminkan transformasi struktural dalam bidang ekonomi dan kelas-kelas sosial. Dengan adanya perkembangan ekonomi dan peningkatan per kapita, konstribusi sektor manupaktur/industri dan jasa terhadap pendapatan nasional akan meningkat terus. Perkembangan sektor industri dan perbaikan tingkat upah akan meningkatkan permintaan atas barang-barang industri, yang akan diikuti oleh perkembangan investasi dan perluasan tenaga kerja. Di lain pihak , kontribusi sektor pertanian terhadap pendapatan nasional akan semakin menurun.

  1. Urbanisasi

Urbanisasi dapat diartikan sebagai meningkatnya proporsi penduduk yang bermukim di wilayah perkotaan dibandingkan dengan di pedesaan. Urbanisasi dikatakan tidak terjadi apabila pertumbuhan penduduk di wilayah urban sama dengan nol. Sesuai dengan pengalaman industrialisasi di negara-negara eropa Barat dan Amerika Utara, proporsi penduduk di wilayah urban berbanding lurus dengn proporsi industrialisasi. Ini berarti bahwa kecepatan urbanisasi akan semakin tinggi sesuai dengan cepatnya proses industrialisasi. Di Negara-negara industri, sebagain besar penduduk tinggal di wilayah perkotaan, sedangkan di Negara-negara yang sedang berkembang proporsi terbesar tinggal di wilayah pedesaan. Berdasarkan fenomena ini, urbanisasi digunakan sebagai salah satu indicator pembangunan.

  1. Angka Tabungan

Perkembangan sektor manufaktur/industri selama tahap industrialisasi memerlukan investasi dan modal. Finansial capital merupakan factor utama dalam proses industrialisasi dalam sebuah masyarakat, sebagaimana terjadi di Inggeris pada umumnya Eropa pada awal pertumbuhan kapitalisme yang disusul oleh revolusi industri. Dalam masyarakat yang memiliki produktivitas tinggi, modal usaha ini dapat dihimpun melalui tabungan, baik swasta maupun pemerintah.

  1. Indeks Kualitas Hidup

Indeks kualitas hidup (IKH) atau Physical Qualty of life Index (PQLI) digunakan untuk mengukur kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Indeks makroekonomi tidak dapat memberikan gambaran tentang kesejahteraan masyarakat dalam mengukur keberhasilan ekonomi. Misalnya, pendapatan nasional sebuah bangsa dapat tumbuh terus, tetapi tanpa diikuti oleh peningkatan kesejahteraan sosial.

Indeks kulaitas hidup dihitung berdasarkan kepada :

(1)     angka rata-rata harapan hidup pada umur satu tahun,

(2)     angka kematian bayi, dan

(3)     angka melek huruf.

Dalam indeks kualitas hidup, angka rata-rata harapan hidup dan kematian bayi sekaligus dapat menggambarkan status gizi anak dan ibu, derajat kesehatan, dan lingkungan keluarga yang langsung beasosiasi dengan kesejahteraan keluarga. Pendidikan diukur dengan angka melek huruf, dapat menggambarkan jumlah orang yang memperoleh akses pendidikan sebagai hasil pembangunan. Variabel ini menggambarkan kesejahteraan masyarakat, karena tingginya status ekonomi keluarga akan mempengaruhi status pendidikan para anggotanya. Oleh para pembuatnya, indeks ini dianggap sebagai yang paling baik untuk mengukur kualitas manusia sebagai hasil dari pembangunan, disamping pendapatan per kapita sebagai ukuran kuantitas manusia.

  1. Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index)

The United Nations Development Program(UNDP) telah membuat indicator pembangunan yang lain, sebagai tambahan untuk beberapa indicator yang telah ada. Ide dasar yang melandasi dibuatnya indeks ini adalah pentingnya memperhatikan kualitas sumber daya manusia. Menurut UNDP, pembangunan hendaknya ditujukan kepada pengembangan sumberdaya manusia. Dalam pemahaman ini, pembangunan dapat diartikan sebagai sebuah proses yang bertujuan m ngembangkan pilihan-pilihan yang dapat dilakukan oleh manusia. Hal ini didasari oleh asumsi bahwa peningkatan kualitas sumberdaya manusia akan diikuti oleh terbukanya berbagai pilihan dan peluang menentukan jalan hidup manusia secara bebas.

Pertumbuhan ekonomi dianggap sebagai factor penting dalam kehidupan manusia, tetapi tidak secara otomatis akan mempengaruhi peningkatan martabat dan harkat manusia. Dalam hubungan ini, ada tiga komponen yang dianggap paling menentukan dalam pembangunan, umur panjang dan sehat, perolehan dan pengembangan pengetahuan, dan peningkatan terhadap akses untuk kehidupan yang lebih baik. Indeks ini dibuat dengagn mengkombinasikan tiga komponen. Tiga komponen tersebut adalah :

(1). rata-rata harapan hidup pada saat lahir,

(2). rata-rata pencapaian pendidikan tingkat SD, SMP, dan SMU,

(3). pendapatan per kapita yang dihitung berdasarkan Purchasing Power Parity.

Pengembangan manusia berkaitan erat dengan peningkatan kapabilitas manusia yang dapat dirangkum dalam peningkatan knowledge, attitude dan skills, disamping derajat kesehatan seluruh anggota keluarga dan lingkungannya.

 

Indeks Kebahagiaan Model Bhutan

Di tengah kemajuan pengetahuan dicetuskan konsep Indeks Kebahagiaan sebagai tolok ukur keberhasilan pembangunan. Konsep Indeks Kebahagiaan tersebut pertama kali digagas pada tahun 1972 oleh Raja Bhutan, Jigme Singye Wangchuck yang memasukan kebahagiaan rakyat atau Gross National Happiness (GNH) sebagai target pencapaian pemerintah.

Bhutan, yang terletak di bawah pegunungan Himalaya, tanahnya tidak subur, hasil tambangnya tidak banyak dan pendapatan warganya tidak tinggi, akan tetapi ia termasuk salah satu negara terbahagia di dunia. Kerajaan Bhutan yang terletak di bawah pegunungan Himalaya antara Tiongkok dan India, pada 1865 menjadi protektorat Inggris dan 1949 dialihkan kepada India. Nama negara Bhutan dalam bahasa lokal ialah: Druk Yul, yang bermakna Tanah Naga Guruh, lagu kebangsaannya ialah Drukyle (Kerajaan Naga Guruh). Arti Bhutan dalam bahasa Sansekerta ialah “Dataran tinggi di sebelah Tibet”, agama Budha aliran Tibet (Tantrayana) mempengaruhi kepercayaan dan gaya hidup rakyat setempat.

Selama ratusan tahun Bhutan tidak memiliki sistem sensus kependudukan yang lengkap, maka itu statistik kependudukan Bhutan tidak akurat, diperkirakan berpenduduk sekitar 700.000 hingga 1.500.000 orang; terutama didominasi suku Tibet dan suku Nepal.Suku Tibet terutama menetap dan tersebar di bagian barat, kurang lebih 65% dari populasi keseluruhan. Suku Nepal tersebar di bagian selatan, sekitar 35%. Selain itu masih ada suku India. Bhutan adalah negara agama, ada sebanyak 75% warga menganut agama Budha Tantrayana aliran Tibet, sebanyak 25% menganut agama Hindu. Agama Budha aliran Tibet (Tantrayana) mempengaruhi kepercayaan dan gaya hidup setempat.

Bhutan disebut sebagai “Shangrilla di kaki gunung Himalaya” yang 97% rakyatnya menganggap diri mereka sangat berbahagia.Bukannya kebahagiaan yang berasal dari pemuasan nafsu dunia fana, melainkan berasal dari iman dan konsep tahu-cukup. Asalkan punya rumah dan sawah, mereka sudah cukup puas. Orang Bhutan beranggapan kemiskinan yang sesungguhnya adalah apabila tak mampu beramal kepada orang lain, mereka sudah sangat puas asalkan memiliki sawah dan rumah. Dikarenakan mereka adalah umat Budha, maka mereka tidak membunuh makhluk berjiwa, itulah sebabnya mereka mengimpor daging dari India. Namun demikian di atas meja makan jarang terlihat makanan jenis daging, melainkan makan sayur-sayuran atau produk dari susu sudah membuat mereka puas.

Pengalaman kebahagiaan Bhutan berasal dari Jigme Singye Wangchuck IV, sang mantan raja yang tidak mendahulukan perkembangan ekonomi melainkan mendirikan sebuah negara yang berbahagia sebagai amanah jabatannya, dengan kesetaraan, kepedulian dan konsep ekologi menyulap Bhutan menjadi negara besar dalam hal kebahagiaan. Pada tahun 2005, Bhutan menjadi fokus berbagai media besar seantero dunia, “Model Bhutan” ciptaannya, teori Gross National Happiness (GNH) yang ia usulkan memperoleh perhatian seksama masyarakat internasional dan menjadi tema pelajaran ilmu ekonomi yang digandrungi para pakar dan institut penelitian sebagian negara seperti AS, Jepang dan lain-lain. Konsep “baru” dalam pandangan negara maju pada abad-21 ini, di Bhutan diam-diam telah dijalankan selama hampir 30 tahun lamanya.

Yang disebut “Model Bhutan” ialah mementingkan perkembangan yang seimbang antara materi dan spiritual, perlindungan terhadap lingkungan hidup dan proteksi terhadap kebudayaan tradisional diletakkan di atas perkembangan ekonomi, standar untuk pengukuran perkembangan ialah Gross National Happiness (GNH). Raja Wangchuk sangat memperhatikan pelestarian lingkungan hidup Bhutan, ia memberlakukan larangan merokok di seluruh negeri, melarang impor kantong plastik. Selain itu pemerintah menentukan, setiap orang setiap tahun minimal harus menanam 10 batang pohon. Angka cakupan hutan belantara di Bhutan sebesar 72% berada pada urutan nomor 1 di Asia. Sebanyak 26% tanah di seluruah negeri dijadikan taman nasional. Pada 2005 Bhutan memperoleh hadiah “Pengawal Bumi” dari Pelestarian Lingkungan Hidup PBB (United Nations Environment Programme, UNEP).

Demi melindungi lingkungan hidup dan kebudayaan mereka, Bhutan rela “mengurangi profit” dan mempunyai pertambangan tapi tidak dibuka.Orang Bhutan beranggapan, “Kehidupan yang benar-benar bernilai, bukannya hidup di tempat dimana dapat menikmati materi tingkat tinggi, melainkan memiliki taraf spiritual dan kebudayaan yang kaya.”

Di sebelah selatan ibu kota yakni kota kabupaten Chukha terdapat sebuah saluran bawah tanah sedalam 100 meter yang menuju ke PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air) Bhutan. Demi melindungi hutan dan kontur tanah, proyek yang semestinya bisa diselesaikan dalam tempo 4 tahun, mereka malah memilih waktu 12 tahun untuk menembus gunung sejauh puluhan kilometer. Air salju dari gunung yang tinggi dialirkan ke bawah tanah. Sedangkan pada dinding pembangkit listrik itu dipajang 12 lukisan raksasa tentang kisah sang Budha. Oleh karena tidak menghendaki turis yang meluber dapat merusak tradisi kebudayaan dan ekologi, maka barang siapa yang memasuki Bhutan diharuskan membayar biaya visa sebesar US$ 200 (sekitar Rp 2 juta), membatasi dengan tarif tinggi agar Bhutan tak mengalami pencemaran yang berlebihan yang dibawa dari dunia luar.

Pada akhir 2004, pemerintah Bhutan mengumumkan perintah pelarangan merokok di seluruh negeri. Ini adalah pelarangan merokok total kali pertama di dunia, para warganya dilarang menghisap rokok di tempat umum maupun lokasi terbuka manapun. Bhutan menerapkan aturan umum bahwasanya laki-perempuan harus mengenakan model busana nasional, kaum prianya berupa sepotong rok terusan yang setinggi lutut, disebut sebagai Gol, kaum perempuan dengan model 3 potong, panjangnya mencapai tungkai dan disebut Kira. Penghasilan Bhutan terutama berasal dari hasil pertanian. Dewasa ini, setiap warga Bhutan diperbolehkan mengajukan permohonan tanah pertanian di desa kepada pihak pemerintah. Mereka membajaknya dengan cara tradisional dan tidak menggunakan pupuk kimia. Setiap tahun pada Maret hingga November adalah musim pariwisata Bhutan, terutama awal musim semi Bhutan pemandangannya teramat indah, tetapi demi melindungi sumber daya lingkungan hidup, jumlah pelancong tetap dibatasi.

 

Dunia Mengadopsi Konsep Indeks Kebahagiaan

Konsep GNH kemudian ditiru oleh beberapa negara lain seperti Jerman, Inggris dan Korea Selatan. Untuk kemudian PBB pada bulan Juli 2011 menghimbau seluruh negara anggotanya untuk mengukur dan menerapkan Gross National Happiness sebagai salah satu tolok ukur keberhasilan pembangunan nasional. Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui The UN Sustainable Development Solutions Network (SDSN) telah mempublikasikan sebuah laporan berjudul World Happines Report 2013. Laporan tersebut bertujuan untuk memberikan kontribusi terhadap penyusunan kebijakan publik yang mendasari konsep tentang tujuan pembangunan manusia yang berkelanjutan tahun 2015-2030.

Satu hal yang menarik dari World Happines Report 2013 adalah daftar berupa Ranking of Happpines dari 156 negara di dunia yang disusun berdasarkan Index of Happiness atau indeks kebahagiaan masing-masing negara. Indeks kebahagiaan tertinggi dimiliki oleh negara-negara Eropa Utara. Denmark, Norwegia, Swiss, Belanda dan Swedia menempati peringkat lima tertinggi sebagai negara yang rakyatnya paling bahagia di dunia. Yang menarik Amerika Serikat sebagai negara super power ternyata hanya menempati peringkat 17 sebagai negara yang rakyatnya paling bahagia. Sedangkan negara-negara yang paling tidak bahagia didominasi oleh negara-negara di benua Afrika. Rwanda, Burundi, Republik Afrika Tengah, Benin, dan Togo adalah lima negara yang rakyatnya paling tidak bahagia di dunia .

Bagaimana dengan Indonesia? Rakyat Indonesia ternyata hanya menempati peringkat tengah atau urutan 76 dalam Ranking of Happpines. Peringkat tersebut bahkan masih di bawah beberapa negara ASEAN lainnya seperti Singapura (30), Thailand (36), Malaysia (56), Vietnam (63) tetapi peringkat Indonesia ternyata masih lebih baik dibanding Philipina (92), Laos (109), Kamboja (140) sementara Brunai, dan Timor Leste tidak termasuk dalam negara survey.

 

Indeks Kebahagiaan Indonesia

Indeks kebahagiaan Indonesia tahun 2013 tercatat sebesar 65,11 dari skala 0 hingga 100. Indeks kebahagiaan tersebut merupakan rata-rata dari angka indeks yang dimiliki oleh setiap individu di Indonesia pada 2013. Nilai indeks 100 merefleksikan kondisi sangat bahagia. Sebaliknya, angka indeks 0 menggambarkan kehidupan individu yang sangat tidak bahagia. Indeks kebahagiaan Indonesia merupakan indeks yang mencakup indikator kepuasan terhadap 10 domain kehidupan yang esensial. Sepuluh domain secara substansi dan bersama-sama merefleksikan tingkat kebahagiaan, meliputi kepuasan terhadap: Pertama, Pekerjaan. Kedua, pendapatan rumah tangga. Ketiga, kondisi rumah dan aset. Keempat, pendidikan. Kelima, kesehatan. Keenam, keharmonisan keluarga. Ketujuh, hubungan sosial. Kedelapan, ketersediaan waktu luang. Kesembilan, kondisi lingkungan. Kesepuluh, kondisi keamanan. Indonesia saat ini berada pada level 15 poin di atas titik pertengahan indeks, namun masih hampir 35 poin untuk mencapai titik tertinggi.

Pada indeks kebahagiaan menurut ekonomi dan demografi terungkap:

Pertama penduduk di perkotaan relatif lebih tinggi indeks kebahagiannya dibandingkan dengan di perdesaan. Kedua, semakin tinggi rata-rata pendapatan rumah tangga, maka nampak semakin tinggi pula indeks kebahagiannya.

Ketiga, semakin tinggi tingkat pendidikan, maka semakin tinggi pula indeks kebahagiannya.

Keempat, penduduk yang sudah berumur 65 tahun ke atas cenderung lebih rendah indeks kebahagiannya dibandingkan dengan umur dibawahnya.

Kelima, penduduk yang statusnya belum menikah dan yang sudah menikah cenderung serupa indeks kebahagiannya. Sementara itu, mereka yang berstatus cerai lebih rendah indeks kebahagiannya, yakni cerai hidup senilai 60,55 sementara yang cerai mati bernilai 63,49.

Keenam, ada kecendrungan dengan semakin banyaknya anggota rumah tangga dari 1 sampai dengan 4 orang, maka indeks kebahagiannya cenderung semakin tinggi. Akan tetapi, jika anggota rumah tangga sebanyak 5 atau lebih maka indeks kebahagiaan semakin rendah.

Frontier Consulting Group pernah juga melakukan survei tentang Indonesian Happiness Index (IHI) pada tahun 2007, yang menunjukkan tingkat kebahagiaan masyarakat Jakarta hanya memiliki indeks sebesar 46,20 dari skala 1–100. Ini berarti orang Jakarta pada umumnya tidak bahagia. Indeks yang diraih ini pun lebih rendah daripada kota lainnya seperti Semarang (48,74); Makassar (47,95); Bandung (47,88); dan Surabaya (47,19). Jakarta hanya sedikit unggul terhadap Medan yang memilik indeks kebahagiaan sebesar 46,12.

Ibu kota Jakarta dengan segala problematika—seperti biaya hidup yang mahal, jalan macet, individualisme, rawan kejahatan, dan rawan banjir—membuat sebagian besar penduduknya gampang stres, pusing, dan merasa tidak nyaman. Namun, di sisi lain, produk dan  jasa yang bisa mengatasi stres atau menghilangkan pusing semakin berkembang di Jakarta.

Survei tentang IHI 2007 merupakan indikator mengenai tingkat kebahagiaan masyarakat Indonesia pada umumnya dan masyarakat kota besar pada khususnya. Survei ini dilakukan di 6 kota besar (Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, dan Makassar) dengan melibatkan 1.800 responden yang mencakup semua level SES, dari yang  terendah (SES E) hingga teratas (SES A). Variabel yang paling berperan dalam mempengaruhi happiness score adalah variabel kesuksesan dalam memenuhi tujuan/cita-cita diikuti oleh variabel keberhasilan dalam memenuhi keinginan-keinginan (semua jawaban dalam skala Likert 1-5; di mana 1=sangat tidak sukses dan 5= sangat sukses).

Dengan demikian, hal-hal yang bersifat jangka panjang (tujuan dan cita-cita) lebih mempengaruhi tingkat kebahagiaan seseorang dibandingkan hal-hal yang bersifat jangka pendek (keinginan dan apa yang dirasakan dalam 1 bulan terakhir). Secara nasional, indeks kebahagiaan Indonesia tercatat sebesar 47,96 atau relatif tidak bahagia dalam skala 1–100. Impitan ekonomi akibat krisis berkepanjangan, yang dibarengi dengan bencana alam yang sering terjadi, menjadikan masyarakat Indonesia merasa tertekan dan tentunya tidak bisa meraih kebahagiaan yang tinggi.

Kebahagiaan biasanya dicapai pada usia mapan. Pendapat ini mungkin saja benar. Usia mapan adalah usia di mana seseorang sudah memiliki pekerjaan tetap dengan jabatan yang lumayan tinggi dan sudah berkeluarga. Kemapanan ini umumnya dicapai pada usia sekitar 40 tahun. Hasil survei pun menunjukkan responden di kelompok umur yang semakin tua ternyata semakin bahagia. Kelompok umur yang paling bahagia adalah kelompok 40-50 tahun (indeks 49,52); diikuti oleh kelompok 51-65 tahun (indeks 49,26). Memiliki pendidikan yang tinggi juga bisa menjadikan seorang semakin bahagia. Ini terlihat dari indeks kebahagiaan berdasarkan tingkat pendidikan. Kelompok dengan tingkat pendidikan sarjana (S1, S2 atau S3) merupakan kelompok yang paling bahagia (indeks 51,62); disusul oleh mereka yang memiliki pendidikan terakhir setingkat akademi/diploma (indeks 51,62). Dan yang paling rendah kebahagiaannya adalah mereka yang memiliki pendidikan terakhir SMP/SLTP (indeks 46,64).

Dibandingkan orang miskin, tentunya orang kaya lebih bahagia. Hal ini terungkap dalam hasil survei yang menunjukkan pola di mana responden semakin bahagia jika berada di kelompok SES yang semakin tinggi. Status kaya umumnya menunjukkan kesuksesan seseorang dalam meraih cita-cita serta lebih mudah berhasil mendapatkan apa yang diinginkan. Karena dengan uang yang memadai, dia bisa dengan mudah memenuhi keinginannya dalam waktu dekat.

Kebahagiaan juga bisa datang dari jenis pekerjaan yang dimiliki. Orang akan senang dan bangga bila dia memiliki pekerjaan bergensi. Profesi seperti dokter, pengacara, konsultan adalah pekerjaan bergengsi karena banyak menghasilkan uang. Begitu pun dengan jabatan, orang akan bangga dan senang bila sudah menduduki posisi GM atau manajer. Umumnya, pekerjaan seperti dokter atau menduduki posisi middle management merupakan tujuan mereka sejak awal. Maka itu, tak heran bila kelompok yang paling berbahagia adalah mereka yang bekerja sebagai profesional (indeks 52,88), diikuti oleh middle management (indeks 50,74).

Hasil lain juga menunjukkan ternyata laki-laki (indeks 48,12) lebih happy ketimbang perempuan (indeks 47,91). Bisa jadi perempuan gampang stres lantaran selain disibukkan pekerjaan, juga punya tanggung jawab mengurus rumah tangga. Namun, yang hebat adalah perempuan yang punya pekerjaan dan masih harus mengurus rumah tangga, tapi bisa tetap merasa bahagia.

Seorang Peneliti dari Kanada merilis hasil penelitiannya tentang Indeks Kebahagiaan masyarakat Indonesia yang menyimpulkan bahwa Indonesia adalah negara dengan masyarakat paling bahagia. Kesimpulan tersebut diperolehnya setelah melakukan survey dengan menanyakan ke banyak orang di Indonesia : are you happy? Pertanyaan simple tersebut direspon positif oleh seluruh responden atau masyarakat Indonesia yang ditemuinya. Walhasil, Peneliti Kanada tersebut menyimpulkan bahwa Negara dengan masyarakat paling bahagia adalah Indonesia.

 

Kontroversi Indeks Kebahagiaan

Sebuah indeks kebahagiaan yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik tersebut menuai banyak kontroversi. Pasalnya, indeks ini menilai masyarakat Indonesia termasuk kategori cukup bahagia yang diukur berdasarkan pendapatan. Benarkah tolak ukur kebahagiaan seseorang di tanah ini adalah materi?

Menurut peneliti UGM mengungkapkan Kebahagiaan yang dirilis oleh BPS tidak serta merta menggambarkan kesejahteraan masyarakat. BPS tidak mengikut sertakan konsep keadilan, seperti keterjangkauan masyarakat dengan pendidikan dasar, keterlayanan masyarakat dalam mengakses fasilitas kesehatan dasar, dll. Perlu diketahui, data yang digunakan untuk menghitung indeks kebahagiaan merupakan data individu, sedangkan keterjangkauan terhadap akses kebutuhan dasar merupakan data kewilayahan. Data individu dan data kewilayahan tidak diperoleh secara bersamaan. Kolaborasi antara kedua jenis data tersebut bagus untuk menggambarkan kondisi individu masyarakat dengan lingkungannya. Memang dalam pemerintahan, setiap data yang dipublikasikan harus dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti dalam bentuk kebijakan, termasuk indeks kebahagiaan yang mencerminkan kesejahteraan masyarakat.

Beberapa orang melihat kebahagiaan bukan dari sisi materi, ada betulnya juga selama kebutuhan dasarnya terpenuhi. Psikolog UI Dieni Cokro Suprihartono, teori Maslow kebahagiaan tertinggi non material, tetapi yang paling bawah adalah material. Jika memang sebagian besar kebahagiaan penduduk Indonesia masih melihat materi sebagai bahan pertimbangan penentu kebahagiaannya, maka kita masih dalam tataran kebahagiaan paling dasar.

Indeks Kebahagiaan memang belum ada patokan yang pasti, masih banyak perdebatan di dalamnya. Masing-masing Negara melakukan penilaian dengan cara yang berbeda-beda. Bhutan sebagai leader dalam mengukur kebahagiaan, mengukur dengan pendekatan psikologi. Negara-negara OECD membangun Better Life Index dengan mengukur 11 domain kehidupan. Negara-negara lain juga masih melakukan pengembangan, seperti Happy Planet Index yang disusun oleh NEF. Indeks Kebahagiaan yang disusun oleh BPS digunakan sebagai pelengkap ukuran kesejahteraan lain yang sudah ada. Bukan digunakan untuk mengganti ukuran kesejahteraan yang sudah ada. Pengukuran yang dilakukan pada Indeks Kebahagiaan adalah ukuran subjektif masyarakat, sedangkan ukuran objektifnya sudah diukur menggunakan ukuran lain. Materi hanya semata-mata bagian dasar yang harus dipenuhi orang dalam hidup.

 

Perspektif Islam tentang Kebahagiaan dan Pembangunan Masyarakat

Konsep kehidupan menurut orang-orang kafir adalah manfaat/maslahat semata-mata, Oleh karena itu, manfaat menjadi ukuran bagi setiap perbuatan mereka. Dari sinilah manfaat menjadi paham yang menonjol dalam sistem dan hadlarah ini. Menurut mereka, kehidupan ini hanya digambarkan dalam kerangka manfaat semata-mata. Adapun kebahagiaan, mereka artikan sebagai usaha untuk mendapatkan sebanyak mungkin kenikmatan jasmani, serta tersedianya seluruh sarana kenikmatan tersebut. Dengan demikian hadlarah di luar hadlarah Islam tidak lain adalah hadlarah yang dibangun atas mashlahat saja.

Hadlarah Islam, adalah hadlarah yang berdiri di atas suatu landasan yang bertentangan dengan landasan hadlarah selainnya. Pandangannya tentang kehidupan dunia juga berbeda dengan yang dimiliki oleh hadlarah-hadlarah kaum kufar. Demikian pula arti kebahagiaan hidup menurut Islam sangat berlawanan dengan arti kebahagiaan hidup menurut Hadlarah Islam berdiri atas dasar iman kepada Allah SWT, dan bahwasanya Dia telah menjadikan untuk alam semesta, manusia, dan hidup ini suatu aturan yang masing-masing harus mematuhinya, disamping telah mengutus junjungan kita Nabi Muhammad SAW dengan membawa agama Islam.

Kebahagiaan hidup menurut Islam terletak pada keridlaan Allah SWT, bukannya pada terpuaskan kebutuhan-kebutuhan jasmani manusia. Sebab, pemuasan semua kebutuhan manusia baik yang bersifat jasmani maupun naluri hanya sebagai sarana saja untuk menjaga kelangsungan hidup manusia, namun tidak menjamin adanya kebahagiaan. Inilah pandangan hidup menurut Islam, dan inilah dasar bagi pandangan tersebut, yang menjadi asas bagi hadlarah Islam, yang sangat berlawanan dengan hadlarah selainnya.

Mengenai pembangunan suatu bangsa dan negara, Islam memiliki konsep yang sempurna dan solutif. Di dalam Islam, politik ekonomi negara adalah menjamin setiap warga negara mendapatkan kebutuhan dasar mereka yaitu pangan, sandang dan perumahan serta jaminan kesehatan, pendidikan dan keamanan. Negara juga memberikan kesempatan kepada warga negaranya untuk memenuhi kebutuhan sekunder dan tersiernya. Karena itulah indikator kesejahteraan ekonomi sebuah negara dalam pandangan Islam adalah terpenuhinya kebutuhan pokok individu sebagaimana sabda Rosulullah saw.:

مَنْ أَصْبَحَ آمِنًا في سَرْبِهِ، مُعَافِيً فِيْ بَدَنِهِ عِنْدَهُ قُوْتُ يَوْمِهِ فَكَاَنَّمَا حِيْزَتْ لَه الدُّنْيَا بِحَذَافِيْرِهَا

Siapa saja yang ketika memasuki pagi hari mendapati keadaan aman kelompoknya, sehat badannya, memilliki bahan makanan untuk hari itu, maka seolah-olah dunia telah menjadi miliknya.

Untuk mewujudkan itu, negara berperan sangat dominan dan tidak menyerahkannya kepada mekanisme pasar sebagaimana yang terjadi dalam sistem kapitalis. Rasulullah saw. bersabda:

فَأَيُّمَا مُؤْمِنٍ مَاتَ وَتَرَكَ مَالاً فَلْيَرِثْهُ عَصَبَتُه مَنْ كَانُوْا، وَمَنْ تَرَكَ دَيْناً أَوْضَيَاعًا فَلْيَأْتِنِي فَأَنَا مَوْلاَهُ

Siapapun orang Mukmin yang mati, sedangkan dia meninggalkan harta, maka wariskanlah hartanya itu kepada keluarganya yang ada. Siapa saja yang mati, sedangkan dia menyisakan hutang atau dhayâ’an (orang-orang yang lemah), maka serahkanlah kepada aku. Selanjutnya aku yang akan menanggungnya (HR Bukhari, Muslim dan Abu Dawud).

Dari penjaminan kebutuhan dasar tersebut, dapat dipastikan bahwa biaya hidup relatif lebih ringan dibandingkan dengan di negara-negara kapitalisme yang menyerahkan pemenuhan kebutuhan dasarnya pada mekanisme pasar. Di sisi lain, biaya hidup juga tidak dibebani dengan berbagai pajak dan cukai yang menjadi sumber pemasukan utama dalam sistem kapitalisme.

Dari sisi pendapatan, peran negara juga sangat besar dalam mendorong produktivitas masyarakatnya untuk bekerja di sektor pertanian, industri dan jasa. Di sektor pertanian, aset berupa lahan-lahan pertanian diproduktifkan dengan cara dibagikan kepada yang membutuhkan. Sebaliknya, ada larangan untuk menelantarkan tanah pertanian lebih dari tiga tahun. Subsidi input pertanian dapat diberikan negara secara gratis seperti pupuk, benih, peralatan pertanian lainnya, dukungan infrastruktur irigasi. Negara juga terlibat dalam membangun dan mengembangkan industri strategis seperti persenjataan serta industri-industri yang terkait dengan pengelolaan barang milik umum seperti pertambangan. Tidak ada pajak. Ada pinjaman yang bebas bunga, penyediaan infrastruktur publik secara gratis oleh negara serta birokrasi yang bersih dan efisien. Dengan semua itu tingkat kemudahan investasi menjadi sangat tinggi sehingga penyerapan tenaga kerja akan lebih banyak.

Tenaga kerja pun tentu tidak mendapatkan upah berdasarkan standar upah minimum, sebagaimana negara-negara kapitalis; atau mengikuti harga barang yang diproduksi, sebagaimana yang dikemukakan oleh pemikir sosialis-komunis. Namun, upah ditentukan berdasarkan kesepakatan yang bersifat independen antara pemberi kerja dan pekerja.

Sekolah yang murah bahkan gratis hingga jenjang perguruan tinggi menjadikan angkatan kerja memiliki kompetensi yang tinggi sehingga menjadi lebih produktif. Kondisi ini tentu saja memberikan pilihan yang fleksibel dalam memilih lapangan pekerjaan.

Untuk mewujudkan pembangunan ekonomi yang tumbuh, stabil dan mensejahterakan, ekonomi Islam memiliki beberapa ketentuan dasar. Di antaranya adalah:

  1. Pertumbuhan Ekonomi.

Sistem Ekonomi Islam, jika dijalankan, akan menjamin pertumbuhan ekonomi yang sehat dan kuat. Sebab, ekonomi Islam hanya memberi kesempatan pada para pelaku ekonomi untuk terjun dalam bidang ekonomi di sektor riil saja, yaitu dalam bidang pertanian, industri manufaktur, perdagangan dan jasa yang dihalalkan.

Ekonomi Islam melarang masyarakat mengembangkan ekonomi di sektor non-riil. Sebab, pengembangan ekonomi di sektor non-riil (sektor keuangan) banyak melanggar hukum-hukum Islam yang bersifat pasti (qath’i). Contohnya adalah adanya larangan riba nashi’ah, riba fadhl, judi atau spekulasi (maysir), gharar dsb. Praktik-praktik ekonomi yang terlarang tersebut pada saat inilah yang justru menjadi basis utama bagi tumbuhnya ekonomi di sektor non-riil tersebut.

  1. Kestabilan Ekonomi.

Sistem ekonomi Islam juga akan menjamin kestabilan ekonomi. Kestabilan ekonomi akan mudah terwujud apabila sistem moneter Kapitalisme dirombak secara total menjadi sistem moneter Islam.

Basis utama dari sistem moneter Kapitalisme adalah uang kertas. Keberadaan uang kertas inilah yang menjadi penyumbang utama ketidakstabilan ekonomi. Sebab, uang kertas tidak memiliki nilai intrinsik sama sekali sehingga pengeluarannya harus dikontrol dengan ketat oleh otoritas moneter. Namun kenyataannya, kontrol dari otoritas moneter tidak pernah efektif. Akibatnya, fenomena inflasi selalu menjadi problem yang terus-menerus melanda perekonomian dunia saat ini, termasuk Indonesia.

Ekonomi Islam mewajibkan bagi negara untuk mencetak uang emas (dinar) dan perak (dirham) untuk kepentingan transaksi-transaksi ekonomi, baik dalam negeri maupun internasional. Uang emas dan perak ini sangat stabil, karena menyatukan nilai intrinsik dan nominal sekaligus. Oleh karena itu, peredaran mata uang Islam ini tidak memerlukan kendali dari otoritas moneter, namun dijamin bahwa mata uang ini akan tetap stabil, sehingga cerita inflasi insya Allah tidak akan pernah muncul lagi dalam kancah perekonomian.

  1. Model Pembangunan Ekonomi.

Model pembangunan ekonomi yang benar menurut pandangan ekonomi Islam adalah dimulai dari sektor hilir, baru kemudian menuju ke sektor hulu. Tahapan pembangunan ekonomi tersebut harus dimulai dengan pembangunan industri berat dengan penguasaan teknologi yang tinggi, kemudian mengupayakan pembangunan industri pendukung, serta kemandirian dalam bidang pertanian.

Untuk mewujudkannya harus dengan pembiayaan negara (APBN) yang mandiri dan tidak boleh menggunakan utang luar negeri maupun investasi modal asing. Sumber-sumber pendapatan negara yang mandiri menurut pandangan ekonomi Islam ada 3, yaitu:

  1. Sektor kepemilikan individu seperti: sedekah, hibah, zakat dsb.
  2. Sektor kepemilikan umum seperti: tambang-tambang yang besar, sumber-sumber minyak bumi, gas, batubara yang besar, sektor kehutanan dsb.
  3. Sektor kepemilikan negara seperti: jizyah, kharaj, ghanimah, fa’i, ‘usyur dsb.

Apabila kita mengamati hadlarah Islam yang diimplementasikan dalam kekuasaan, sejak abad VI hingga akhir abad XVIII M, kita dapati betapa hadlarah ini belum pernah menjadi penjajah untuk mencari sumber daya alam karena memang bukan tabiatnya untuk menjajah. Hadlarah ini tidak membedakan antara kaum muslimin dengan yang lainnya. Bahkan keadilan terjamin bagi seluruh bangsa yang pernah tunduk di bawahnya selama masa kekuasaan Islam. Karena hadlarah ini berdiri atas dasar ruh yang berusaha mewujudkan seluruh nilai-nilai kehidupan, baik itu nilai materi, spiritual, moral, maupun kemanusiaan; disamping menjadikan aqidah sebagai titik perhatian dalam hidup ini. Kehidupan pun dipandang sebagai kehidupan yang berjalan sesuai dengan perintah Allah dan larangannya. Kebahagian hidup hanyalah dengan meraih keridlaan Allah SWT. Seluruh aturan dalam kerangka pengurusan urusan umat dilakukan dengan berlandaskan pada Al Qur’an dan Assunnah yang mendiring negara untuk dapat mengatasi setiap krisis yang terjadi. Singkatnya, Islam hadir di dunia sebagai sistem yang handal, mensejahterahkan dan membahagiakan lahir dan bathin.

Wallahu’alam bish shawwab.

 

* Disarikan dari berbagai sumber

 

 

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

2 × 1 =