Connect with us

Ekonomi

Strategi Amerika Menguasai Ekonomi Dunia

Setelah perang dingin berakhir, komunis runtuh, Uni Soviet pudar dan blok komunisme hancur, secara riil AS menghadapi musuh barunya: negara-negara Eropa. Kelompok politik dan ekonomi ini telah menjadi musuh baru AS, sebab di satu sisi mereka memang mempunyai kemampuan untuk menyaingi AS dalam perdagangan dunia. Di sisi lain, negara-negara Eropa itu telah mulai bergerak untuk menggabungkan negara-negara Eropa Timur ke dalam Uni Eropa, setelah negara-negara itu berpindah dari sosialisme ke sistem kapitalisme.

Pergeseran dan perubahan konstelasi politik internasional itu telah mendorong AS untuk mengumumkan kelahiran Tata Dunia Baru. Prinsip utama Tata Dunia Baru di bidang ekonomi, tak lain adalah perdagangan bebas dan pasar bebas. Prinsip ini dimaksudkan untuk menjamin terbukanya pasar dunia bagi perdagangan dan pendapatan AS.

Untuk mewujudkan strategi ekonominya ini, AS berupaya memperlemah dan memperlambat gerak pasar bersama Eropa dengan membentuk blok-blok perdagangan baru, menghidupkan kesepakatan-kesepakatan lama dan mengaktifkannya kembali, mendirikan NAFTA –beranggota Kanada, AS, dan Meksiko– dan juga, membentuk APEC.

Pada bulan Nopember 1992, atas undangan Presiden Clinton, telah diadakan pertemuan puncak untuk membentuk organisasi kerjasama ekonomi bagi negara-negara Asia Pasifik itu (APEC). Pendirian organisasi ini bertujuan untuk mewujudkan kawasan perdagangan bebas, membuka pasar-pasar, dan menekan bea masuk.

Pendiriannya tidak dimaksudkan untuk mewujudkan kesatuan ekonomi dan mata uang sebagaimana pasar bersama Eropa. Pendirian APEC justru untuk tetap mengamankan pasar Asia Pasifik bagi AS dari persaingannya dengan pasar bersama Eropa

Dari segi politik, untuk mewujudkan kepentingannya itu AS telah merekayasa krisis Balkan dan mengobarkan perang-perang di sana. AS mengupayakan langkah tersebut tidak melalui PBB, tetapi AS ingin tetap mengendalikan krisis itu sendiri secara politis, dan memaksakan suatu solusi politik serta berupaya merealisasikannya, melalui NATO. Dengan demikian, kawasan Balkan –termasuk Yunani, Makedonia, Cyprus, Turki– terus dapat dipertahankannya sebagai bara api yang siap berkobar dan bergolak setiap saat. Ini akan merepotkan dan menyibukkan Eropa.

AS melakukan itu untuk mengacaukan stabilitas Eropa, sebab sudah menjadi aksioma politik yang tak bisa dibantah lagi, bahwa suatu orientasi ekonomi tak akan dapat berjalan stabil dan mantap, kecuali bila didukung oleh stabilitas politik yang mantap pula. AS mempunyai beberapa alasan untuk itu; AS melihat bahwa Uni Eropa merupakan saingan kuat untuk menantang dan menyaingi AS di bidang ekonomi.

Alasan-alasan AS itu adalah:Pertama, Kesatuan Eropa secara politik dan ekonomi hampir terwujud. Kedua, Eropa memiliki kemampuan bersaing di bidang perdagangan, sebab Eropa mempunyai kemampuan tinggi dalam produksi barang dan jasa. Ketiga, Setelah berakhirnya perang dingin dan hancurnya Uni Soviet, lenyaplah momok komunisme yang sebelumnya digunakan AS untuk mengancam Eropa. Eropa seluruhnya lalu berkonsentrasi dan bersiap-siap dengan serius untuk terjun ke dalam kancah ekonomi internasional. Di antara persiapan Eropa nampak dari fakta bahwa seluruh Eropa –yang merupakan negara-negara industri yang produktif– telah menghilangkan hambatan bea masuk di antara mereka, membuka tapal batas negara masing-masing untuk memudahkan perpindahan tenaga kerja, dan berusaha mewujudkan kesatuan mata uang. Hal ini yang kemudian mendorong Eropa untuk memasuki pasar-pasar di Asia dan Afrika, di samping faktor utama bahwa Eropa memang mempunyai kapabilitas untuk bersaing dalam pasar bebas.

Ketiga alasan itulah yang kemudian mendorong AS untuk mengacaukan stabilitas politik Eropa dengan menyulut krisis Balkan. Di samping itu AS terdorong pula untuk memperkokoh pasarnya di Asia dan Eropa dengan membentuk kelompok-kelompok ekonomi seperti APEC. Dan patut dicatat, AS pun dalam hal ini telah sukses pula menunggangi WTO (World Trade Organization) untuk semakin melicinkan jalannya menguasai ekonomi dunia.

Kalau kita membicarakan organisasi-organisasi perdagangan internasional tersebut, perlu kiranya terlebih dulu disinggung sekilas mengenai ASEAN dan APEC.

ASEAN didirikan pada tahun 1967 sebagai persatuan negara-negara di Asia Tenggara, dengan tujuan membendung ekspansi pengaruh komunisme saat itu. Sejak itu, keanggotaan ASEAN telah meliputi enam negara; Malaysia, Indonesia, Brunei, Philipina, Thailand, dan Singapura. ASEAN merupakan kelompok ekonomi terbatas namun dengan pengaruh luar yang luas. Dapat kita katakan, ASEAN merupakan kelompok yang tidak berhasil merealisasikan tujuan-tujuannya semenjak ia berdiri.

Sedang APEC, mulai muncul ke permukaan sejak tahun 1989 atas prakarsa Australia. APEC menghimpun 17 negara yang berasal dari tiga benua; AS, Kanada, Meksiko, Australia, Selandia Baru, RRC, Jepang, Hongkong, Papua Nugini, Taiwan, Brunei, Malaysia, Indonesia, Singapura, Philipina, Korea Selatan, dan Thailand. Organisasi ekonomi internasional ini menggabungkan keanggotaan dua kelompok ekonomi besar; yaitu NAFTA yang beranggotakan negara-negara Amerika Utara, dan ASEAN yang beranggotakan negara-negara Asia Tenggara.

Negara-negara anggota APEC menguasai 40 % dari keseluruhan volume perdagangan dunia, sekaligus merupakan pasar yang jumlah konsumennya mencapai lebih dari 1 milyar jiwa.

Dari seluruh penjelasan tersebut, nampak bahwa AS telah berhasil mencapai target-targetnya untuk merealisasikan prinsip-prinsip yang menjadi landasan ekonominya. AS nampak terus mengembangkan dan membangunnya hingga stabil dan mantap, bahkan menjadikan prinsip-prinsipnya itu sebagai realitas global yang tak bisa dihindari lagi.

Akan tetapi, terwujud dan terbukanya pasar bebas secara internasional itu, niscaya akan menambah semangat untuk bersaing secara internasional pula. Di samping itu, produksi melimpah dari banyak negara dan blok ekonomi akan terus melestarikan sikap saling bersaing, mendominasi, dan menguasai, yang didukung oleh kekuatan militer dan perluasan pengaruh untuk melindungi penimbunan-penimbunan produk yang melimpah.

Kondisi ini merupakan benih bencana dan bahaya besar. Fakta sejarah menunjukkan bahwa Eropa sepanjang abad XIX adalah biang segala kerusuhan dan peperangan. Dari Eropalah terlahir ide imperialisme yang kejahatannya menjangkau kawasan yang amat luas di segenap sudut dunia dan menyeret umat manusia ke jurang penderitaan dan malapetaka. Hingga akhir abad XX ini, penderitaan dan melapetaka ini terus dijajakan kepada berbagai bangsa di dunia dengan kedok “pembangunan”, “kemanusiaan”, “kemajuan”, “kerja sama”, dan kedok palsu lainnya. Perlu dicatat pula, AS pun telah mengubah wajah imperialisme lamanya. AS telah menutup-nutupi watak asli imperialisnya dengan kedok kemanusiaan serta diberi label dan sifat internasional, dalam arti tindakan-tindakan kriminalnya senantiasa dilegitimasi atas nama Undang-undang Internasional, dan para pelakunya dilindungi dengan kekuatan militer internasional atas nama bantuan internasional.

Semua fenomena ini tak lain bertolak dan berakar dari pandangan hidup Barat –yakni standar manfaat dan kebebasan— yang menjadi landasan ideologi kapitalisme Barat. Ide kapitalisme ini telah mendominasi dunia setelah sosialisme rontok dan negara-negara pendukungnya bubar kiri kanan, karena sosialisme memang tidak mampu memecahkan problem-problem manusia dan gagal mengatur urusan-urusan mereka.

Sesungguhnya, dalam ide -ide kapitalisme itu sendiri terdapat unsur-unsur yang saling memusnahkan satu sama lain. Benih kehancurannya pun secara inheren terdapat dalam asas dan landasan peradabannya. Hal itu karena telah menjadikan imperialisme sebagai thariqah (metode) penyebaran peradaban Barat ini. Sedang cara-cara untuk mewujudkan tujuan-tujuan adalah saling bersaing, saling mendominasi, dan saling menguasai.

Di samping itu, mereka pun senantiasa menilai perbuatan manusia dengan tolok ukur manfaat, yang mereka anggap sebagai tolok ukur hakiki. Atas dasar tolok ukur ini, penganut peradaban ini harus terus menjadi penindas bagi pihak lain serta harus saling mendominasi dan bersaing satu sama lain. Pada gilirannya, kapitalisme ini suatu saat nantinya juga akan runtuh dari dalam secara tragis, sebagaimana sosialisme sebelumnya juga telah runtuh dengan cara yang seperti itu.

Mengingat akar terdalam krisis ini bertumpu pada pandangan hidup Barat, oleh karenanya problem dunia saat ini harus dipecahkan dengan tepat dan fundamental pula dengan cara memusnahkan pandangan hidup Barat tersebut, menjelaskan penyimpangan dan kekeliruannya, menghancurkan standar-standar dan nilai-nilai yang digunakan untuk mengukur segala solusi masalah dan tindakan mereka –seperti pembentukan blok-blok perdagangan yang ada saat ini– yang akhirnya akan dapat menyeret umat manusia ke jurang kehancuran.

Kontra strategi AS

Untuk mengatasi strategi AS itu, kaum muslimin harus menerapkan pandangan hidup Islam secara nyata, dengan menjadikan Aqidah Islamiyah dan hukum-hukum yang trepancar darinya sebagai metode pemecahan seluruh problem manusia dan pengatur segala urusan mereka.

Secara lebih rinci, pemecahan problem tersebut harus meliputi pula hal-hal berikut :

  1. Kembali kepada sistem standardisasi mata uang emas secara internasional.
  2. Memberikan batasan-batasan terhadap kebebasan ekonomi dan kebebasan pemilikan, serta menjelaskan kekejaman dan keharaman penipuan, penimbunan, dan riba.
  3. Menjelaskan bahaya kelompok-kelompok internasional, baik yang berbentuk pakta-pakta militer maupun yang berbentuk blok-blok perdagangan.
  4. Mengundurkan diri dari PBB dan seluruh organisasi-organisasinya, serta menjelaskan bahwa PBB adalah alat AS untuk memaksakan legalitas dari berbagai dominasi yang kuat atas yang lemah, dan penindasan yang kaya atas yang miskin.

Tentu saja, kontra strategi di atas hanya bisa dilaksanakan dengan berdirinya negara Khilafah Islamiyah. Dan negara Khilafahlah yang mampu secara sempurna menetralisir dan memusnahkan pandangan hidup Barat yang sudah usang dan rusak itu serta menghancurkan standar-standar dan nilai-nilai Barat yang mendominasi dan menjajah dunia kini.

Dengan penerapan Islam oleh Khilafah, keadilan di tengah-tengah manusia akan terasa nyata, bukan utopia lagi seperti saat ini. Dan bila negara Khilafah telah mengumumkan jihad fi sabilillah dan menyebarluaskan risalah Islam ke seluruh dunia, maka ide-ide dan hukum-hukum Islam serta dalil-dalilnya akan dapat tersebar luas di segala penjuru dunia. Sehingga, ide-ide Islam pun akan memenuhi benak para pemikir dan intelektual. Mereka akan ramai membicarakannya, misalnya, pada berbagai seminar dan ceramah. Kemudian, bila negara Khilafah telah menjalankan kewajiban jihadnya itu, seluruh mass media dunia akan meliput dan menyiarkannya secara luas dan menyedot perhatian umat manusia.

Allah akan menolong siapa saja yang dikehendaki-Nya. Allah Maha Berkuasa dan Maha Penyayang.

 

 

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

5 + fourteen =