Politik
Pemimpin Dambaan
|Oleh: Yantie Ummu Iqbal

Hari pencoblosan telah selesai, rakyat Indonesia telah menunaikan kewajibannya. Tinta biru di jemari menjadi saksinya. Harapan kembali digantungkan kepada pemenang pemilu. Mimpi keadaan lebih baik di hari esok. Harapan demi harapan tak pernah berhenti meski telah beberpa pemimpin mengecewakan rakyat.
Gesekan antar pendukung calon saling mengklaim lebih baik. Debat antar calon menjual visi misinya, agar rakyat simpati padanya juga telah terjadi.
Namun sportifitas harus diciderai dengan berita jual beli suara yang masih saja terdengar. Di beberapa wilayah ditemukan Sejumlah pelaku yang diamankan petugas Bawaslu membawa amplop untuk dibagikan. Tentu saja masalah bagi-bagi amplop ini malah dianggap lumrah saat pemilihan. Tidak saja berupa uang, banyak yang membagikan sembako, peralatan sholat, baju dan berbagai bentuk hadiah yang dibagikan ke masyarakat. Tentu saja, tak sedikit jumlah modal yang dikeluarkan oleh para calon pemimpin ini. Fakta di tengah masyarakat kalangan menengah kebawah yang menjadi sasaran tembaknya . Mereka dengan pemahaman politik yang rendah sangat gampang dibeli suaranya. Gerakan tim sukses para calon simpatisan pemilu ini, bak siluman susah untuk dibuktikan.
Salah satu penyebab ongkos pemilu mahal adalah biaya untuk merayu masyarakat agar memilihnya dengan sejumlah materi. Sekian banyak calon yang terdaftar, masyarakat tentu saja tak begitu mengenal mereka. Maka cara mendekatkan dirinya adalah memberikan sejumlah hadiah dan meminta masyarakat memberikan suara padanya. Meskipun aktifitas ini adalah sebuah pelanggaran, namun tetap saja masih banyak dijumpai praktek ini. Bahkan menjadi tradisi lima tahunan. Padahal dalam islam ini terkategori suap menyuap. Jangan tanyakan tentang dosanya menyuap, karena pada dasarnya mereka paham tentang ini. Namun karena saat ini kehidupan umat islam tak mengaitkan agama dalam tingkah lakunya , maka tidak ada kesadaran dalam dirinya bahwa perbuatannya kelak di hisab di akhirat.
Tidak mengherankan jika ketika terpilih, dia akan menggunakan kekuasaannya mengembalikan dana yang terpakai di masa kampanye. Menurut catatan KPK sebanyak 100 kepala daerah yang menjadi tersangka korupsi ( 26/10/2018 ). Kapitalisme dan Sekulerisme induk dari sistem demokrasi menjadikan pemilihan penguasa berbudget mahal. Kekuasaan adalah tujuan utamanya, apapun caranya dilakukan meskipun caranya menyalahi aturan yang ada. Karena dengan kekuasaan mereka dapat mengumpulkan materi sebanyak-banyaknya untuk dirinya dan golongan pendukungnya. Rakyat hanya alat untuk mencapai cita-citanya. Padalah Rasulullah SAW telah mengingatkan umatnya tentang praktek suap menyuap ini.
“Allah melaknat penyuap dan penerima suap”. (HR. Ibnu Majah, shahih)
Sangat kontras memilih pemimpin di dalam sistem islam. Memilih pemimpin adalah sebuah kewajiban bagi umat muslim. Pemimpin dipilih dengan syarat untuk menjalankan syariat yang telah Allah turunkan. Dia wajib menjalankan apa-apa yang diperintahkan dan menjauhi yang dilarang Allah SWT. Keimanan seseorang menghalanginya berbuat culas hanya karena ingin menjadi penguasa. Jika ditemukan pemimpin yang menyuap tentu saja membatalkannya menjadi seorang pemimpin dan segera harus diganti. hukum diterapkan secara tegas sebagai konsekuensi bagi pelanggar aturan. Karena menjadi penguasa bukanlah tujuan utama, karena ini merupakan amanah yang dibebankan kepadanya. Dan kelak akan dia pertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
“Pemimpin adalah perisai, rakyat akan berperang dibelakangnya serta berlindung dengannya. Apabla ia memerintahkan untuk bertakwa ke pada Allah SWT, serta bertindak adil maka ia akan mendapatkan pahala. Tetapi jika ia memerintah selain dengan itu, maka akan mendapat akbiat buruk hasil perbuatannya”. (Hadist Riwayat Muslim)
Inilah pemimpin dalam makna sebenarnya, kekuasaannya digunakan untuk mengajak rakyatnya beriman kepada Allah bukan kufur padaNya. Menerapkan syariat islam secara kaffah bukan malah mengingkarinya. Sistem islam menjadikan aktifitas seseorang selalu terkait dengan Penciptanya. Inilah yang menjadikan kejayaan islam selama seribu empat ratus tahun lamanya. Kekuasaan adalah landasan untuk beribadah kepada Allah semata. Al quran dan Assunah adalah satu-satunya hukum yang diambil umat islam. Bukan hukum buatan manusia, yang membuat manusia jauh dari Penciptanya.