Connect with us

Majelis Taqorrub

Benarkah Kita Masih ‘MENYEMBAH’ ALLAH?

M. Iwan Januar

 

Kata ibadah sudah begitu melekat dalam diri seorang muslim, termasuk di tanah air. Namun di benak umat, lafadz ini sesungguhnya sudah mengalami pendegradasian dari makna hakikinya. Misalnya, kita sudah terlalu lama mengasosiakan ibadah itu dengan menyembah dalam artian fisik seperti shalat, berdoa, umroh, haji, dsb. Padahal itu baru sekelumit dari makna ‘ibadah’ yang dimaksudkan dalam Islam.

Bangsa Arab, selaku tempat lahirnya bahasa ini, tentu adalah kelompok manusia yang paling memahami ‘cita rasa’ atau _dzauq¬_ bahasa mereka sendiri ketimbang bangsa lain. Lafadz ‘abdun adalah menunjukkan lawan kata al-hurru. Yang satu menunjukkan arti ‘budak’ sedangkan yang kedua adalah orang merdeka/bebas. Seorang budak tidak punya kemerdekaan dan kebebasan. Ia harus tunduk mengikuti apa saja perintah dan larangan majikannya serta harus merendah di hadapan sayyid-nya.

Lafadz ibadah yang bentukan dari kata ‘abada punya makna lebih dari sekedar diartikan ‘menyembah’. Dalam kamus _as-Shihah fi al-Lughah_ makna al-‘ibadah bermakna ta’at. Sedangkan ‘ubudiyah bermakna ketundukan dan kerendahan.

Profesor DR. Rawwas Qal ‘ahji dalam karyanya _Mu’jam Lughah_ _al-Fuqaha_ menyebutkan ibadah sebagai aktivitas yang telah disyariatkan yang mengumpulkan kesempurnaan rasa cinta (al-mahabbah), takut (al-khauf) dan tunduk (al-khudu’) kepada Allah Ta’ala.

Sekali lagi, pengertian ibadah dalam Islam lebih luas dari arti sembahyang. Ibadah secara umum adalah menaati semua perintah dan larangan Allah SWT. Pengertian ini mencakup ibadah mahdlah – shalat, zikir, doa, umroh, dsb – maupun aturan muamalah, ijtima’iyyah, ‘asykariyah (kemiliteran) dan siyasah (politik). Misalnya Allah SWT. begitu murka pada para durjana yang menghalalkan riba, sampai-sampai Ia menyatakan perang pada pelaku riba.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
¬_“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.”_ *(TQS. Al-Baqarah: 278)*

Lalu dimana letak mahabbah, rasa gentar dan ketundukkan pada Allah bila justru hari ini riba justru menjadi urat nadi perekonomian bangsa? Utang LN bangsa ini juga utang yang berlumur dosa riba? Lalu bagaimana bisa seorang pejabat hadir di acara kaum LGBT, memberikan apresiasi dan bukannya menasihati mereka dengan nasihat yang keras akan keharamannya, lalu kemudian membubarkan mereka?

Upaya penegakkan syariat Islam dan khilafah – yang justru merupakan taj al-furud alias mahkota kewajiban – dihalang-halangi, kelompok yang memperjuangkannya dibubarkan disebut sebagai radikalisme, tapi ekonomi kapitalisme-neoliberalisme dan budaya hedonisme tak disentuh sama sekali. Dimanakah kalau demikian letak ubudiyah dan ketaatan pada Allah?

Pemimpin yang punya karakter _abid_ bukanlah yang sekedar menjalankan shaum dan shalat – apalagi di hadapan kamera – tapi kemudian acuh pada nasib ribuan guru honorer dan malah hadir di acara konser musik rock. Atau membeli sabun sampai miliaran rupiah dan jajan cilok, tapi tak mau melakukan shut down terhadap ekonomi kapitalisme, menghapuskannya dan menggantikannya dengan sistem ekonomi syariah. Seorang pemimpin yang abid sejati akan meri’ayah umat dengan aturan-aturan Allah SWT.

Jadi, benarkah kita masih ‘menyembah’ Allah? Ya, mungkin masih dalam urusan ibadah mahdlah, karena itu adalah ajaran Islam yang dianggap paling ringan, tak mengganggu kepentingan kaum penjajah, dan merusak tatanan ideologi kapitalisme yang mencengkram negeri ini.

Tapi bila ditanyakan apakah kita benar-benar sudah beribadah padaNya? Mahabbah, takut, dan tunduk pada segenap aturanNya? Jelas belum. Ini adalah pelanggaran atas tujuan penciptaan jin dan manusia yang semestinya beribadah padaNya.

وَمَا خَلَقۡتُ ٱلۡجِنَّ وَٱلۡإِنسَ إِلَّا لِيَعۡبُدُونِ
_Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku._(TQS. Adz-Dzariyat: 56)

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

2 × five =