Connect with us

Majelis Taqorrub

Rahasia Mengapa Allah SWT Merahasiakan Lailatul Qadar

Oleh: Arief B. Iskandar
(Khadim Ma’had An-Nahdhah al-Islamiyah Bogor)

#Inspirasi Ramadhan

ALLAH SWT berfirman

لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ أَلْفِ شَهْرٍ
Lailatul Qadar itu lebih baik dari seribu bulan (TQS al-Qadar [97]: 3).

Artinya, pahala menghidupkan Lailatul Qadar adalah lebih baik dari pahala ibadah selama kira-kira 83 tahun 3 bulan (Ibnu al-Jauzi, At-Tadzkirah, 1/218).

Keutamaan Lailatul Qadar juga dinyatakan oleh Rasulullah saw.:

وَ من قَامَ لَيْلَة الْقدر إِيمَانًا واحتسابا غفر لَهُ مَا تقدم من ذَنبه
“Siapa saja yang menghidupkan Lailatul Qadar dengan penuh keimanan dan keikhlasan, maka dosa-dosanya yang telah lalu diampuni.” (HR al-Bukhari dan Muslim).

Karena begitu besarnya keutamaan Lailatul Qadar, Rasulullah saw. mendorong setiap Muslim untuk sungguh-sungguh meraih keutamaan Lailatul Qadar (HR al-Bukhari dan Muslim).

Begitu besar keutamaan Lailatul Qadar juga ditunjukkan oleh fakta bahwa Allah SWT merahasiakan keberadaannya. Mengapa? Tidak lain, sebagaimana dinyatakan oleh Imam an-Nasafi: agar kaum Muslim bersungguh-sungguh mencari keutamaan malam tersebut di seluruh malam-malam Ramadhan (Abdurrahman ash-Shafudi, Najhah al-Majalis wa Muntakhab an-Nafaa’is, 1/162).

Hal senada ditegaskan oleh Imam al-Ghazali. Kata beliau, “Boleh jadi maksud Allah merahasiakan keberadaan Lailatul Qadar adalah untuk meningkatkan kesungguhan manusia dalam mencarinya.” (Al-Ghazali, Ihyaa’ ‘Uluum ad-Diin, 3/121).

Karena itulah, generasi salafush-shalih tak hanya bersungguh-sungguh beribadah pada sepuluh malam terakhir saja. Mereka pun bersungguh-sungguh beribadah pada seluruh malam Ramadhan dari awal sampai akhir. Bahkan yang lebih menakjubkan, mereka bersungguh-sungguh beribadah setiap malam di seluruh bulan. Sepanjang tahun. Tak hanya saat Ramadhan.

Karena itu benar apa yang dinyatakan oleh seorang ulama:

كل ليلة للعارف بمنزلة ليلة القدر
“Bagi seorang arif (yangng makrifat kepada Allah SWT), setiap malam kedudukannya sama dengan Lailatul Qadar.” (Abu Thalib al-Maki, Quut al-Quluub, 1/119).

Artinya, sebagaimana kata Syaikh Abu al-‘Abbas, “Setiap malam (tak hanya pada bulan Ramadhan) ibadah kami selalu berlipat ganda.” (Syaikh Abu al-‘Abbas, Iqaazh al-Himam Syarh Matan al-Hikam, 1/61).

Inilah yang ditunjukkan oleh antara lain Sayyid al-Musayyib. Seorang tokoh Taabi’iin. Beliau tak pernah putus shalat lima waktu berjamaah di masjid selama kurang-lebih dari 40 tahun. Selama kurang -lebih dari 40 tahun pula beliau tidak pernah putus menegakkan shalat malam, zikir dan membaca al-Quran. Bahkan saking jarangnya tidur malam kecuali sangat sebentar (karena banyak begadang untuk shalat malam, zikir dan membaca al-Quran), beliau sering shalat shubuh dengan wudhu yang sama yang digunakan untuk shalat isya sebelumnya (Abu Nu’aim, Hilyah al-Awliyaa’, 2/162).

Begitulah generasi salafush-shaalih. Mereka memperlakukan seluruh malam tak ubahnya Lailatul Qadar. Karena itu setiap malam pula–selama berpuluh-puluh tahun–mereka selalu istiqamah bersungguh-sungguh beribadah kepada Allah. Tak hanya pada Bulan Ramadhan. Apalagi hanya pada sepuluh malam terakhir Ramadhan.

Semoga kita bisa meneladani mereka.

Wamaa tawfiiqii illaa bilLaah wa ‘alayhi tawakaltu wa ilayhi uniib. []

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

seven − seven =