Connect with us

Majelis Taqorrub

JADILAH PENOLONG AGAMA ALLAH!

Penistaan terhadap agama (Islam) semakin marak di Tanah Air. Terutama di media sosial. Terakhir, seorang politisi menulis status di salah satu platform media sosial, “Kasihan sekali Allahmu ternyata lemah, harus dibela.” Cuitan ini mengundang protes dan kemarahan banyak pihak. Sebagian pihak melaporkan pemilik akun tersebut. Kabar terakhir, pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh aparat kepolisian.

Namun demikian, penindakan tersebut masih belum dipandang sepadan. Pasalnya, banyak akun-akun di media sosial yang sering menistakan ajaran agama Islam belum ditindak secara hukum. Sejumlah akun yang dikenal sebagai buzzer seperti tak tersentuh hukum. Meski berulang dilaporkan, mereka masih juga bebas berkeliaran dan mengulangi kelakuannya.

 

Allah Tak Perlu ‘Dibela’?

Menanggapi persoalan penistaan agama dan kasus cuitan di atas, ada sebagian Muslim yang berpendapat bahwa Allah memang tak perlu dibela. Menurut mereka, sikap ngotot dan marah dalam setiap kasus penistaan agama dengan dalih membela Allah sama artinya dengan menganggap Allah itu lemah sehingga perlu pembelaan. Padahal, kata mereka, Allah itu Mahaperkasa dan Mahakuat. Allah tak memerlukan pembelaan dari manusia yang lemah. Membela Allah sama artinya menganggap Allah itu lemah. Begitu opini mereka.

Sikap seperti ini jelas salah besar. Kaum Muslim harus bisa membedakan ranah akidah dengan ranah amal. Dalam ranah akidah, setiap Muslim wajib mengimani bahwa Allah Mahakuat (Al-Qawiy), Mahaperkasa (Al-‘Azîz) juga Mahakokoh (Al-Matîn). Tidak ada yang dapat mengalahkan kekuasaan Allah SWT, sebagaimana firman-Nya:

مَا اُرِيْدُ مِنْهُمْ مِّنْ رِّزْقٍ وَّمَا اُرِيْدُ اَنْ يُّطْعِمُوْنِ اِنَّ اللّٰهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِيْنُ

Aku tidak menghendaki rezeki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki agar mereka memberi Aku makan. Sungguh Allah, Dialah Pemberi rezeki, Pemilik Kekuatan Yang Mahakokoh (TQS adz-Dzariyat [51]: 57-58).

 

Allah SWT mengabarkan bahwa segala sesuatu pasti akan binasa, kecuali Dia:

كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ اِلاَّ وَجْهَهُۗ لَهُ الْحُكْمُ وَاِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ

Segala sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. Segala keputusan menjadi wewenang-Nya dan hanya kepada-Nya kalian dikembalikan (TQS al-Qashash [28]: 88).

 

Namun demikian, dalam ranah amal, Allah SWT memerintahkan kaum Muslim untuk membela agama-Nya. Allah SWT berfirman:

وَلَيَنْصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ

Sungguh Allah akan menolong orang yang membela (agama)-Nya. Sungguh Allah Mahakuat lagi Mahaperkasa (TQS al-Hajj [22]: 40).

 

Allah SWT juga memerintahkan kaum Muslim agar menjadi para penolong agama-Nya:

يٰاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا اِنْ تَنْصُرُوا اللّٰهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ اَقْدَامَكُمْ

Wahai orang-orang yang beriman! Jika kalian menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolong kalian dan meneguhkan kedudukan kalian (TQS Muhammad [47]: 7).

 

Syaikh Ibrahim al-Qaththan dalam tafsirnya menjelaskan maksud ayat ini, “Wahai orang-orang yang beriman, jika kalian menolong Allah—yakni dengan menolong syariah-Nya, menegakkan hak-hak Islam, berjalan sesuai dengan manhaj-nya yang lurus—niscaya Allah menolong kalian atas musuh-musuh kalian. Inilah janji yang benar dari Allah SWT. Sungguh Dia telah melakukan demikian untuk kaum Mukmin yang shiddiq dari kalangan generasi sebelum kita. Karena itu sekarang kita pun dituntut untuk menolong agama Allah dan berjalan pada manhaj-Nya sampai Allah menolong kita dan mengokohkan kedudukan kita. Allah tidak pernah mengingkari janji.” (Al-Qathhan, Taysîr at-Tafsîr, 3/242).

Rasulullah saw. juga pernah berpesan kepada Abdullah bin Abbas ra. agar menjaga agama Allah:

احْفَظِ اللهَ يَحْفَظْكَ

Jagalah (agama) Allah, niscaya Dia menjaga kamu (HR at-Tirmidzi).

 

Berkaitan dengan hadis ini, Imam Ibnu Rajab al-Hanbali menjelaskan, “Maknanya, jagalah batas-batas-Nya, hak-hak-Nya dan larangan-larangan-Nya. Menjaga hal itu adalah dengan menepati perintah-perintah-Nya dengan ketundukan, menjauhi larangan-larangan-Nya, tidak melanggar batas-batas-Nya…” (Ibnu Rajab, Jâmi’ al-Ulûm wa al-Hikam, hlm. 462).

Jadi, wajib dipahami oleh umat bahwa membela Allah yang dimaksud dalam nas-nas di atas adalah membela kemuliaan agama-Nya dan syiar-syiar-Nya. Termasuk membela kemuliaan sifat-sifat Allah dari segala tindakan penistaan.

Dalam Sîrah Ibnu Hisyâm diriwayatkan bahwa Abu Bakar ash-Shiddiq ra. pernah memukul dengan keras wajah seorang pendeta Yahudi bernama Finhash karena dia mengolok-olok Allah SWT. Dia menyebut Allah miskin, sedangkan kaum Yahudi kaya. Ejekan ini berkaitan dengan perintah Allah kepada kaum Muslim untuk memberikan ‘pinjaman yang baik’ (qardh[an] hasan[an]) di jalan-Nya.

Atas pemukulan tersebut, Finhash mengadukan Abu Bakar ra. kepada Rasulullah saw. Namun, Allah SWT membela tindakan Abu Bakar dengan menurunkan firman-Nya:

لَقَدْ سَمِعَ اللَّهُ قَوْلَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ فَقِيرٌ وَنَحْنُ أَغْنِيَاءُ سَنَكْتُبُ مَا قَالُوا وَقَتْلَهُمُ اْلأَنْبِيَاءَ بِغَيْرِ حَقٍّ وَنَقُولُ ذُوقُوا عَذَابَ الْحَرِيقِ

Sungguh Allah telah mendengar perkataan orang-orang yang berkata, “Sungguh Allah itu miskin, sementara kami kaya.” Kami akan mencatat perkataan mereka itu dan perbuatan mereka membunuh nabi-nabi tanpa alasan yang benar. Kami akan mengatakan (kepada mereka), “Rasakanlah oleh kalian azab yang membakar!” (TQS Ali Imran [3]: 181).

 

Dampak Moderasi Beragama

Makin banyaknya orang-orang yang menistakan agama (Islam) bukan tanpa sebab. Pertama, para pelaku seolah kebal hukum. Menurut pengacara Muslim Aziz Yanuar, sejak 2014 hingga 2022 dari 71 kasus yang dilaporkan dengan tersangka dari kelompok oposisi seperti Habib Rizieq Shihab dan Habib Bahar Smith, semua tersangka dipenjara. Sebaliknya, dari 51 kasus penistaan agama yang dilakukan buzzer yang dilaporkan, hanya sedikit bahkan bisa dihitung dengan jari yang berakhir di penjara. Tindakan ini berpotensi menimbulkan kecurigaan bahwa telah terjadi prinsip tebang pilih bahkan kezaliman terhadap kaum Muslim.

Kedua, hal ini tak lepas dari semangat moderasi beragama. Dalam prinsip moderasi beragama kaum Muslim diajarkan untuk tidak bersikap fanatik dan radikal pada agamanya, seperti tidak berlebihan dalam membela agama. Karena itu dalam kasus-kasus penistaan agama, selalu ada upaya menetralisir pembelaan umat terhadap agamanya sendiri. Pemerintah dan sejumlah tokoh yang menjalankan prinsip moderasi beragama selalu meminta kaum Muslim tidak terpancing emosi, tidak mudah marah, dsb. Dalam kasus cuitan ‘Allah itu lemah’, Menteri Agama Yaqut Cholil mengajak masyarakat untuk tidak terburu-buru menghakimi pelaku karena belum tahu apa niatnya.

Dengan moderasi beragama ghirah atau pembelaan umat terhadap agama ini terus coba dihapuskan dengan dalih mengembangkan sikap toleran, ramah dan pemaaf. Biasanya dikembangkan terus kisah-kisah Rasulullah yang pemaaf dan toleran pada sesama manusia. Pada saat yang sama, mereka menutup-nutupi ayat al-Quran, al-Hadits atau riwayat yang menggambarkan kewajiban untuk membela agama yang ditunjukkan oleh Rasulullah saw. dan para Sahabat. Jadi, demi keberhasilan program moderasi beragama, sikap manipulatif kerap dilakukan.

Di sisi lain mereka juga menerapkan standar ganda. Faktanya, jika kepala negara, pejabat negara, tokoh ormas atau ormas disinggung apalagi dihina, tak berlaku prinsip toleran dan memaafkan. Semua pelakunya langsung dilaporkan, ditangkap dan dibunuh karakternya. Dengan kata lain, posisi manusia, dalam sistem demokrasi dan ajaran moderasi beragama, jauh lebih mulia dibandingkan Allah dan Rasul-Nya dan ajaran Islam.

Wahai kaum Muslim, bukankah Allah sudah menyeru Anda sekalian untuk senantiasa meletakkan agama ini di atas segalanya?

قُلْ اِنْ كَانَ اٰبَاۤؤُكُمْ وَاَبْنَاۤؤُكُمْ وَاِخْوَانُكُمْ وَاَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيْرَتُكُمْ وَاَمْوَالُ اقْتَرَفْتُمُوْهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسٰكِنُ تَرْضَوْنَهَا اَحَبَّ اِلَيْكُمْ مِّنَ اللّٰهِ وَرَسُوْلِه وَجِهَادٍ فِيْ سَبِيْلِه فَتَرَبَّصُوْا حَتّٰى يَأْتِيَ اللّٰهُ بِاَمْرِهۗ وَاللّٰهُ لاَ يَهْدِى الْقَوْمَ الْفٰسِقِيْنَ

Katakanlah, “Jika bapak-bapak kalian, anak-anak kalian, saudara-saudara kalian, istri-istri kalian, keluarga kalian, harta kekayaan yang kalian usahakan, perdagangan yang kalian khawatirkan kerugiannya serta rumah-rumah tempat tinggal yang kalian sukai lebih kalian cintai daripada Allah dan Rasul-Nya serta jihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah memberikan keputusan (azab)-Nya.” Allah tidak memberikan petunjuk kepada kaum yang fasik (TQS. at-Taubah [9]: 24).

 

Apakah ayat ini sudah Anda lupakan? Ataukah Anda sedang menunggu datangnya ancaman Allah tersebut? Wal ‘iyyâdzu bilLâh.

Munculkanlah ghirah Anda untuk membela agama Allah. Pembelaan Anda terhadap agama Allah yang hakiki adalah dengan menerapkan hukum-hukum-Nya, menjalankan al-Quran dan as-Sunnah, menjadikan keduanya sebagai aturan dalam kehidupan. Tidak boleh mengabaikan al-Quran walau hanya satu ayat. Selama hukum-hukum Allah masih diabaikan, selama itu pula terjadi penistaan terhadap agama-Nya. WalLâhu a’lam. []