Connect with us

Politik

Cara Ampuh Islam Memberantas KKN

Pict nesabamedia.com

Menanggapi penyelewengan jabatan pada kasus pergantian antar waktu (PAW) anggota dewan PDIP yang melibatkan Sekjen PDIP, Hasto menurut Gus Uwik, peneliti pada Lembaga Fastabiq menunjukkan bahwa ada fakta bahwa pejabat melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) demi memuluskan jabatan rekan, kerabat atau orang yang lebih dekat dengannya walau melabrak aturan yang ada.

“Pak Hasto jelas-jelas melakukan penyelewengan jabatan. Orang yang disodorkan sebagai PAW tidak sesuai aturan yang ada. Sudah jelas-jelas di tolak oleh KPU, namun tetap saja berusaha dengan menyuap Komisioner KPU agar meloloskan jagoannya. Inikan namanya KKN. Yang oleh Pak Hasto berulangkali disebut akan diberantas. Tapi kenapa dilabrak sendiri?” jelas Gus Uwik.

Lebih lanjut, peneliti senior peradaban Islam ini menjelaskan bahwa apa yang terjadi dalam kasus PAW caleg PDIP ini menunjukkan bahwa praktik KKN masih tumbuh subur di kalangan pejabat. Seolah-olah pejabat menggunakan aji mumpung. Mumpung menjabat maka akan menggunakannya untuk memberikan fasilitas kepada keluar, sahabat atau teman sat partainya untuk mendapatkan posisi. Menyedihkan. Ternyata masih ada pejabat yang menghalalkan segala cara untuk mengejar jabatan dan posisi politik. Tidak perduli lagi menyengsarakan orang atau rakyat.

“Ini sama saja memberi contoh tidak baik kepada rakyat. Ternyata masih ada pejabat yang menghalalkan segala cara demi jabatan dan kekuasaan. Maka jangan heran jika praktik ini juga tumbuh subur di pemerintahan lebih bawah dan atau di tengah-tengah masyarakat. Maka wajar pula, pemberantasan KKN yang berkolaborasi dengan suap dan korupsi susah diberantas karena memang sudah mengakar dan berurat saraf dari atas hingga bawah. Saling kompak, berbagi dan melindungi,” jelasnya lagi.

Apa yang terjadi ini sangat berbeda jauh dengan standar dan ketentuan syariat Islam. Menurut Gus Uwik, syariat Islam memberi penjelasan gamblang bagaimana cara mencegah dan memberantas praktik KKN, suap dan korupsi ini.

“Syariat Islam memberikan penjelasan bagaimana cara memberantas KKN, suap dan korupsi. Minimal ada 3 langkah; pertama: pejabat yang mempunyai iman dan takwa yang teruji. Tidak mau menjual keimanannya hanya dengan sejumput kekayaan dunia. Serta takut dengan siksaan di neraka kelak jika berbuat dosa. Kedua: para pejabat memberi contoh yang baik bahwa hidupnya sederhana dan memang tidak KKN, suap dan korupsi. Ketiga: hukum berat diterapkan bagi pejabat yang KKN, suap dan korupsi,” paparnya lagi.

Lebih lanjut tokoh bogor ini juga menjelaskan bahwa tameng pertama pejabat adalah keimanan dan ketaqwaannya. Jika ini jebol maka bubarlah semuanya. Jika pejabat sudah melacurkan diri dengan dunia, menjual imannya hanya demi meraih jabatan dan mendapat kekayaan maka sejatinya dia sudah tidak mempunyai iman lagi.

“Dia sudah tidak takut lagi pada Sang Pencipta Alam Semesta. Dengan Allah saja dia berani menentang dan menantang, apakah lagi dengan manusia. Dengan syariat Allah saja dia berani menentang dan melanggarnya apakah lagi aturan manusia. Ketika pejabat dengan mudah menggadaikan imannya dengan sejumput nikmat kekuasaan dan kekayaan maka akan cenderung merusak. Dia akan dengan mudah menghalalkan segala cara, walau dengan tindakan merusak sekalipun. Dia sudah tidak perduli lagi,” jelasnya.

Sedangkan terkait dengan memberikan contoh yang baik dalam hidup sederhana dan memang tidak KKN, suap dan korupsi peneliti senior ini menjelaskan bahwa Islam mewajibkan setiap pejabat untuk melakukan itu. Jika pejabat melakukan itu maka bisa dipastikan rakyatnya akan melakukan itu juga. Karena rakyat adalah cerminan pemimpinnya.

“Khalifah Umar pernah menyampaikan pesan penting, ‘Rakyat akan menunaikan kepada pemimpin apa-apa yang pemimpin tunaikan kepada Allah. Apabila pemimpin bermewah-mewahan maka rakyat akan bermewah-mewahan,” jelasnya.

Oleh karenanya ketika Khalifah Umar telah mengeluarkan keputusan sesuatu yang berupa larangan, seperti larangan KKN, suap dan korupsi maka Beliau akan menyampaikan hal tersebut kepada keluarganya. Ddan menegaskan bahwa jika keluarganya justru yang melakukan larangan tersebut maka Beliau tidak akan segan-segan menghukumnya dan dengan hukuman lebih berat dari rakyatnya.

“Dialam kitab Mahdh Ash-Shawab Khalifah Umar menegaskan, ‘Aku telah melarang rakyat untuk melakukan ini dan itu (Misal KKN, suap dan korupsi, red). Rakyat akan melihat tindak-tanduk kalian sebagaimana seekor burung melihat sepotong daging. Bila kalian melanggar maka mereka akan melanggar. Dan bila kalian takut melakukannya maka mereka juga akan takut melakukannya. Demi Allah bila salah seorang diantara kalian diserahkan kepada Saya karena ia melanggar apa yang sudah Saya larang maka Saya akan melipatgandakan hukuman kepadanya karena ia kerabat (keluarga – red) Saya. Siapa di antara kalian yang ingin melanggar, silakan! Dan siapa yang ingin mematuhinya, juga silakan! Maka wajar jika dalam syariat Islam KKN, suap dan korupsi menjadi minim bahkan nyaris tidak ada,” jelasnya lagi.

Sikap larangan tegas ini diwujudkan ketika Khalifah Umar melarang anggota keluarganya memanfaatkan fasilitas-fasilitas umum yang dikhususkan negara bagi rakyatnya. Sebab Khalifah Umar khawatir, bila anggota keluarganya salah persepsi bahwa fasilitas umum tersebut mereka pahami sebagai fasilitas khusus untuk mereka atau mereka boleh dengan seenaknya saja memakai tanpa ada kompensasi sedikitpun atau memakai dengan seenaknya saja dengan mengorbankan orang lain.

Dalam kitab Manaqib Umar, Abdullah bin Umar (putra Khalifah Umar) bercerita, ‘Aku pernah membeli beberapa ekor unta dan kirim ke tempat penggembalaan. Setelah unta-unta itu besar dan gemuk, aku mengambilnya. Abdullah selanjutnya bercerita; ‘Tatkala Khalifah Umar pergi ke pasar, ia melihat beberapa ekor unta yang berbadan gemuk. “Siapa pemilik unta-unta ini?” tanya Umar. Dikatakan kepada Umar, “Unta-unta ini adalah milik Abdullah bin Umar (putranya).” Kemudian Umar mengatakan kepada saya, “Wahai Abdullah bin Umar, Anda hebat! Hebat… Anda adalah seorang Putra Amirul Mukminin! Ada apa dengan unta-unta ini?” Ku jawab, “Dulu, unta-unta ini ku beli dan ku kirim ke tempat penggembalaan sebagaimana dilakukan kaum muslimin.” Umar berkata, “Mereka pasti mengatakan, “Gembalakanlah unta-unta milik Putra Amirul Mukminin! Berilah minum unta-unta milik Putra Amirul Mukminin! Hai Abdullah, ambillah modalmu dan masukkanlah sisanya (keuntungannya) ke Baitul Mal kaum muslimin!

“Begitulah sikap kehati-hatian dan ketegasan Khalifah Umar terhadap keluarganya untuk tidak memanfaatkan kesempatan ketika Ayahnya sedang menjabat demi meraih kekayaan dan jabatan. Inilah sikap tegas syariat Islam memberantas KKN, suap dan korupsi. Tidak pandang bulu,” pungkas Gus Uwik.