Connect with us

Pendidikan

Sekuler – Radikal

Oleh: Arief B. Iskandar

Kata radikal berasal dari kata radix yang dalam bahasa Latin artinya akar.

Dalam kamus, kata radikal memiliki arti: mendasar (sampai pada hal yang prinsip), sikap politik amat keras menuntut perubahan (undang-undang, pemerintahan), maju dalam berpikir dan bertindak (KBBI, ed-4, cet.I, 2008).

Dalam pengertian ini, jelas kata radikal sebetulnya bersifat ’netral’. Ia bisa disematkan untuk hal yang positif ataupun negatif. Positif-negatif istilah radikal tentu bergantung pada fakta: dengan kata apa istilah tersebut dipasangkan. Jika pasangan katanya positif, harusnya frasa yang dihasilkan juga positif. Jika pasangan katanya negatif, tentu frasa yang dihasilkan juga negatif.

Jika mengacu pada definisi radikal sesuai kamus di atas, ’Muslim radikal’, misalnya, berarti Muslim yang sangat memegang prinsip (keyakinan) Islam, yang keras menuntut perubahan (tentu perubahan ke arah Islam), serta maju dalam berpikir dalam bertindak (secara islami). Salahkah sikap demikian? Tentu tidak. Bahkan inilah yang seharusnya ditunjukkan oleh setiap orang yang mengaku Muslim.

Lalu bagaimana dengan ’sekuler-radikal’? Kaum sekuler (pengusung paham sekularisme) tidak lain adalah mereka yang menolak peran agama (syariah) dalam mengatur seluruh aspek kehidupan. Mereka percaya bahwa agama (syariah) hanya layak mengatur urusan ritual, spiritual atau moral belaka. Syariah tidak boleh mengatur urusan pemerintahan, politik, ekonomi, pendidikan, sosial-budaya, dll.

Karena itu jika mengacu pada definisi radikal sesuai kamus di atas, maka ’sekuler-radikal’ adalah siapa saja yang memegang teguh prinsip sekularisme, yang mempertahankan secara keras sekularisme, serta yang berpikir dan bertindak maju dengan paham sekularismenya.

Jika dia penganut Kristen, Budha, Hindu, dan lain-lain, sikap demikian tentu wajar belaka. Sebabnya, agama-agama tersebut memang hanya mengatur urusan ritual, spiritual dan moral belaka.

Di sisi lain, mereka tetap membutuhkan pengaturan kehidupan ekonomi, politik, pemerintahan, sosial-budaya, dsb; yang tentu tidak disediakan oleh agama mereka. Dalam ajaran agama mereka tidak dikenal ’sistem pemerintahan Kristen’, atau ’sistem politik Budha’, atau ’sistem pemerintahan Hindu’, dst. Karena itu, jika para penganut non-Islam tersebut menjadi ’sekuler-radikal’ dengan mengambil ideologi dan sistem Kapitalisme, maka klop-lah.

Lalu bagaimana jika itu malah dipraktikkan juga oleh seorang Muslim sehingga ia pun menjadi ’sekuler-radikal’? Tentu saja salah besar! Menjadi sekuler saja haram, apalagi ’sekuler-radikal’. Sebabnya, Islam adalah agama sekaligus ideologi. Islam mengatur semua aspek kehidupan. Islam mengatur masalah ritual, spiritual dan moral. Islam juga mengatur urusan pemerintahan, politik, ekonomi, sosial-budaya, pendidikan, pertahanan dan keamanan, dll.

Karena itu aneh jika ada Muslim, apalagi tokoh Islam, yang tidak mendukung (bahkan menolak dengan keras) penerapan syariah Islam dalam negara sembari menganggap bahwa negara ini—yang nyata-nyata mengadopsi ideologi dan sistem Kapitalisme—sudah final bagi umat Islam.

Mereka pun, sebagaimana Barat yang kafir, menuduh para pengusung syariah dan Khilafah sebagai ’Muslim radikal’. Sebaliknya, mereka mengklaim sebagai ’Muslim moderat’. Apalagi ditambah dengan klaim ‘Pancasilais’ dan ‘NKRI Harga Mati’. Padahal ’Muslim moderat’, termasuk yang sok Pancasilais dan paling NKRI, saat menolak syariah dan Khilafah (yang notabene bagian dari Islam), hakikatnya radikal juga, yakni ’sekuler-radikal’.

Karena itu yang lebih dibutuhkan negeri ini sesungguhnya adalah proyek ’deradikalisasi’ yang menyasar kaum ’sekuler-radikal’ ini. Tujuannya tentu agar mereka bisa mengubah pandangannya yang sekuler menjadi islami. Dengan itu diharapkan mereka bukan hanya mendukung penerapan syariah dan penegakan Khilafah, tetapi bahkan mau terlibat bersama-sama dalam mewujudkan penerapan syariah dan penegakan Khilafah di negeri ini khususnya, dan di Dunia Islam umumnya. Mungkinkah? Tentu tak ada yang tidak mungkin jika Allah SWT telah berkehendak.

Yang pasti, bagi Anda yang Muslim, sepantasnya Anda bangga menjadi ‘Muslim radikal’. Sebaliknya, malu jika ternyata Anda termasuk golongan ‘sekuler-radikal.’

Wa maa tawfiiqii illaa bilLaah. []

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

17 − fifteen =