Ekonomi
Hukum Memelihara dan Menjual-belikan Hewan Peliharaan
Oleh: Ustadz KH. Muhammad Shiddiq Al-Jawi
PERTANYAAN:
Ustadz, bagaimana hukumnya memelihara dan menjual belikan hewan piaraan? (Irwan Gunawan, bumi Allah).
JAWABAN:
Hewan piaraan (pet animal) adalah hewan yang dipelihara untuk menjadi sahabat manusia atau memberi kesenangan kepada manusia, misalnya anjing dan kucing. Tujuan pemeliharaannya berbeda dengan tujuan pemeliharaan hewan ternak (livestock), hewan percobaan laboratorium (laboratory animals), hewan pekerja, atau hewan olahraga, yang dipelihara lebih karena alasan-alasan ekonomi. (en.wikipedia.org, www.britannica.com).
Hewan piaraan yang paling populer di Barat adalah anjing, kucing, dan kuda. Selain itu masih banyak, misal berbagai hewan pengerat (seperti hamster), burung (seperti kenari, parkit, kakaktua), reptilia (seperti kura-kura, kadal, ular, iguana), ikan (seperti arwana, lohan), dan arthropoda (seperti laba-laba), dsb.
Hukum memelihara hewan piaraan secara syar’i adalah boleh, selama memenuhi 4 (empat) syarat sbb; Pertama, hewannya bukan hewan najis, yakni najis secara dzatnya (najis ‘ain/hissi), seperti anjing dan babi. Memelihara hewan piaraan yang najis tidak boleh, karena termasuk memanfaatkan najis yang telah dilarang oleh syariah. Kaidah fiqih menetapkan : laa yajuuzu al intifaa’ bi an najis mutlaqan (Tidak boleh memanfaatkan najis secara mutlak). (Mahmud Abdul Lathif ‘Uwaidhah, Al Jami’ li Ahkam Al Shalah, 1/115). Kecuali terdapat nash syariah yang membolehkannya, misalnya memelihara anjing untuk menjaga ternak atau berburu. Nabi SAW bersabda, ”Barangsiapa memelihara anjing, kecuali anjing untuk menjaga ternak atau berburu, akan berkurang pahala amalnya tiap hari sebanyak satu qirath.” (HR Muslim no 1574).(Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 35/124).
Kedua, hewannya wajib diberi makan dan minum yang cukup. Memelihara hewan tanpa diberi makan dan minum yang cukup hukumnya haram. Dalilnya sabda Nabi SAW, ”Seorang perempuan masuk neraka karena seekor kucing yang diikatnya. Perempuan itu tidak memberinya makan dan tidak pula membiarkannya lepas agar dapat memakan binatang-binatang bumi.” (HR Bukhari no 3140; Muslim no 2242).
Ketiga, hewannya tak menimbulkan bahaya (dharar) bagi manusia. Misal singa, beruang, atau buaya yang dipelihara dalam kandang secara tak aman bagi manusia. Jika diletakkan di kandang yang aman bagi manusia, hukumnya boleh. Dalilnya sabda Rasulullah SAW, ”Tidak boleh menimbulkan bahaya bagi diri sendiri atau bahaya bagi orang lain dalam Islam (laa dharara wa la dhiraara fi al islam)” (HR Ibnu Majah no 2340; Ahmad 1/133 & 5/326).
Keempat, hewan yang dipelihara tak menjadi sarana untuk perbuatan yang haram. Misalnya, memelihara ayam jantan (jago) yang akan digunakan untuk perjudian. Sebab kaidah fiqih menyebutkan : al wasiilah ila al haram muharramah(segala sarana menuju yang haram, hukumnya haram). (Taqiyuddin An Nabhani, Muqaddimah Ad Dustur, 1/85).
Tak disyaratkan hewan piaraan adalah hewan yang halal dimakan (al ma`kuul). Dalilnya, meski memakan daging kucing haram hukumnya (HR Ibnu Majah dari Jabir RA, no 3250), tapi memelihara kucing itu tetap dibolehkan. Nabi SAW bersabda, ”Sesungguhnya kucing itu tidak najis, ia hanyalah hewan-hewan jantan dan betina yang banyak berkeliling di antara kalian (thawwaafiina ‘alaikum wa at thawwaafaat).” (HR Abu Dawud & Tirmidzi).(Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 42/267-269; Imam Suyuthi, Al Jami’ Al Shaghir, 2/191, Imam Nawawi, Al Majmu’, 9/3).
Adapun menjual belikan hewan piaraan, hukumnya boleh jika hewannya halal dimakan, misalnya kelinci, kuda, tupai, dsb. Jika hewannya haram dimakan, seperti anjing, babi, kucing, ular, singa, burung elang, dsb, maka menjual belikannya haram. Dalilnya kaidah fiqih yang berbunyi : Kullu maa hurrima ‘ala al ‘ibaad fa-bai’uhu haram (setiap-tiap apa saja yang diharamkan atas para hamba-Nya, maka menjual belikannya haram).(Taqiyuddin An Nabhani, Al Syakhshiyyah Al Islamiyyah, 2/287). Wallahu a’lam.