Connect with us

Majelis Taqorrub

DIPERSAUDARAKAN OLEH ALLAH

|Oleh: Deasy Rosnawati, S.T.P

 

Ukhuwah islamiyah adalah persaudaraan atas dasar keislaman. Dua orang yang aslinya tidak bersaudara, dipersaudarakan oleh Allah karena keislaman. Allah berfirman dalam surat al-Hujurat (49) ayat 10, “Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan bertaqwalah kepada Allah, supaya kamu mendapat rahmat.”

Ayat ini diawali dengan kata “Innama”. Dalam bahasa Arab, innama merupakan adatul hasyr. Yaitu alat yang digunakan untuk membatasi sesuatu, bahwa ia “Tak lain dan tak bukan”. Maka kalimat “innamal mu’minuna ikhwatun” mengandung makna bahwa, orang-orang yang beriman itu, tak lain dan tak bukan, hakekatnya adalah bersaudara.

Oleh karena itu, setiap muslim siapa pun dia, dimana pun ia tinggal, apapun mazhab yang dianutnya, mereka adalah saudara kita. Setiap muslim, tak peduli apakah ia bersikap baik kepada kita atau bahkan menyakiti kita, mereka tetap saudara kita. Yang wajib bagi kita untuk menjaga hubungan baik dengan mereka dan wajib bagi kita untuk mendamaikan, seandainya diantara mereka terdapat perselisihan. Maafkan, do’akan dan bersikap baiklah kepada setiap muslim. Karena Allah telah mempersaudarakan kita dengan mereka.

Lalu Allah melanjutkan ayat tersebut dengan perintah bertaqwa, niscaya Allah akan mendatangkan kasih sayang (rahmat) kepada kita. Kalimat ini mengisyaratkan agar kita ridlo, menerima persaudaraan dengan sesama kaum muslimin, seburuk apa pun sikap mereka kepada kita. Dan Allah tahu bersikap semacam ini sulit, kecuali bagi orang yang bertaqwa; yaitu orang yang tidak pernah membantah Allah. Oleh karenanya, Allah memerintahkan kita bertaqwa. Lalu sebagai buah dari ketaatan tersebut, Allah menjanjikan “turhamun” diberi kasih sayang (rahmat) oleh Allah.

Dengan bersandar pada ayat ini, seorang muslim tidak boleh memperlakukan sesama muslim perlakuan “mu’amalah bi mitsli”; Bila engkau berlaku baik, maka aku pun akan berlaku baik, tapi bila engkau berlaku buruk, maka aku pun akan berlaku buruk. Tidak boleh, ada jalinan hubungan semacam ini. Yang ada haruslah “Apa pun sikapmu terhadapku, engkau tetap saudaraku.” Inilah ukhuwah islamiyah, yang dengannya Allah menjamin pasti menurunkan rasa kasih sayang diantara sesama muslim, sebagaimana dalam surat al Hujurat ayat 10.

/Ukhuwah Dalam Kehidupan Islam/

Kehidupan islam adalah kehidupan dimana islam diterapkan didalamnya. diawali dengan hijrahnya Rasulullah SAW ke Madinah, dilanjutkan dengan masa khulafa’ur rasyidin selama 29 tahun, lalu khilafah Bani Umayyah 89 tahun, khilafah bani Abassiyah 767 tahun dan terakhir khilafah Bani Utsmaniyah 407 tahun. Kurang lebih 13 abad atau 1300 tahun lamanya. Dalam rentang waktu tersebut, sejarah mencatat keberhasilan ukhuwah islamiyah, sebagai kekuatan politik yang tiada tanding tiada banding.

Diawali dengan masa Rasul SAW, dimana beliau menggunakan ukhuwah islamiyah, sebagai kekuatan politik penstabil kondisi sosial ekonomi Madinah. Saat itu kota Madinah diserbu gelombang hijrah kaum muhajirin. Tanpa penanganan yang baik, kondisi ini dapat memicu krisis sosial ekonomi.

Lantas yang dilakukan Rasulullah dalam kondisi seperti ini? sejarah mencatat bahwa beliau ketika itu mengambil langkah mempersaudarakan orang per orang muhajirin dan anshar. Beliau mempersaudarakan Abu Bakar as Siddiq dengan Kharijah bin Zaid. Umar bin Khattab dengan Utbah bin Malik al-Khazraji. Talhaha bin Ubaidillah dengan Abu Ayyub al-Anshari. Abdur Rahman bin Auf dengan Sa’ad bin Rabi’. Dan seterusnya.

Beliau mempersaudarakan petani dengan petani, pedagang dengan pedagang. Hingga setiap sahabat Anshar membawa pulang saudara mereka muhajirin, untuk tinggal di rumah-rumah mereka, makan dari rizki yang mereka dapatkan dan berbagi modal usaha. Kaum Anshar tidak merasa terbebani, sebab ketaqwaan mereka kepada Allah mengharuskan mereka menerima persaudaraan tersebut. Sebaliknya, kaum muhajirin pun tidak merasa menjadi beban, sebab mereka satu profesi dengan saudara mereka yang anshar. Hingga, mereka bisa bersekutu sebagai mitra usaha yang saling menguntungkan, bahkan berpeluang menghasilkan inovasi usaha yang jauh lebih baik lagi. Alhasil, perekonomian Madinah dalam waktu singkat dapat distabilisasi.

Begitupun stabilisasi sosial. Tak butuh waktu lama untuk diwujudkan. Persaudaraan muhajirin dan anshar menjamin tidak ada satu muhajirin pun yang tinggal di jalanan atau di tenda pengungsian. Karena seluruh muhajirin langsung mendapatkan tempat tinggal di rumah saudara-saudara anshar mereka.

Adapun khusus para muhajirin yang tidak memiliki keahlian usaha, agar tidak membebani kaum anshar, Rasul SAW tidak mempersaudarakan mereka. Tapi menempatkan mereka untuk tinggal di shuffah masjid. Yaitu bagian masjid yang ada atapnya. Mereka dinafkahi dari usaha serabutan mereka sendiri atau dari shadaqah kaum muslimin.

Inilah kekuatan politik ukhuwah islamiyah yang berhasil digunakan oleh Rasul SAW secara efektif untuk menciptakan kondusifitas sosial ekonomi Negara islam yang baru berdiri.

Seiring dengan penyebaran dakwah dan jihad yang tak pernah berhenti, wilayah kekuasaan islam pun terus meluas, hingga meliputi Maroko (Afrika Utara) sampai Merauke (Nusantara). Ukhuwah islamiyah ketika itu menjadikan umat islam sebagai umat yang satu. Dan terbukti berhasil menjadi kekuatan yang paling disegani didunia. Bahkan di masa khalifah Sulaiman al-Qonuni misalnya, kekhilafahan islam yang berpusat di Turki, sanggup mengirim armada laut ke Aceh demi membantu kaum muslimin Aceh menghadapi serangan Portugis. Demikian pula, sejarah mencatat bahwa armada laut khilafah Utsmani berpatroli di samudera Hindia, turut mengawal perjalanan kapal-kapal jama’ah haji Nusantara, demi menjaganya dari serangan Portugis.

Sayangnya, kekuatan besar ukhuwah islamiyah kini tersekat sempit oleh nasionalisme, ikatan atas dasar territorial tertentu. Ikatan ini pertama kali muncul di Eropa sebagai upaya menghentikan peperangan yang terus-menerus terjadi antar suku-suku yang ada. Maka, ditandatangani lah kesepakatan Wesphalia tahun 1648 yang salah satu isinya berupa kesepakatan pembagian wilayah dengan territorial tertentu.

Selanjutnya, ikatan nasionalisme diimpor ke dunia islam dalam dua wajah; yaitu nasionalisme Arab dan nasionalisme Turki. Dua nasionalisme ini dikampanyekan konon sebagai jalan untuk melepaskan dunia islam dari kemundurannya. Namun apa yang terjadi? Nasionalisme Arab justru memancing sentimen Arab sebagai asal mula islam, dan mendorong terjadinya revolusi Arab, yang justru menginginkan Arab melepaskan diri dari kekhilafahan utsmani yang berpusat di Turki. Sementara itu nasionalisme Turki, justru memunculkan sentimen Turki sebagai pusat kekuasaan islam, untuk memaksakan kebudayaan Turki ke seluruh negeri-negeri islam. Akibatnya, ukhuwah islamiyah pun terkoyak.

Lalu, ketika khilafah utsmani terseret dalam perang dunia pertama, Inggris (Britania Raya) dan Perancis dengan persetujuan Rusia mengadakan perjanjian rahasia yang dikenal dengan perjanjian Sykes-Picot tahun 1916. Perjanjian ini berisi kesepakatan ketiga Negara untuk mengalahkan khilafah utsmani dan membagi wilayahnya yang luas menjadi territorial-teritorial kecil, untuk kemudian dicengkeram dalam penjajahan.

Dan benar adanya. Ketika perang dunia pertama berakhir, Turki Utsmani kalah dalam perang tersebut. Maka, kesepakatan Sykes-Picot pun diwujudkan. Wilayah negeri-negeri Islam bekas kekuasaan kekhilafahan Utsmani dikerat menjadi negeri-negeri kecil yang terjajah. Bahkan, ketika pertengahan abad ke-20 negeri-negeri tersebut berhasil memerdekakan diri dari penjajah, mereka tetap dalam wilayah teritorial yang sempit dalam ikatan nasionalisme hingga hari ini.

Akhirnya, hilanglah kekuatan besar ukhuwah islamiyah. Dan jadilah kaum muslimin saat ini tak sanggup mengusir penjajah Israel dari bumi Palestina, meski jumlah mereka hanya 8,8 juta jiwa. Kaum muslimin tak sanggup menolong penduduk Rohingya dari kebiadaban kaum Budha Myanmar. Kaum muslimin tak mampu menolong saudara mereka di Uighur yang dijebloskan dalam kamp-kamp penyiksaan.

Sungguh, nasionalisme adalah ikatan warisan Sykes-Picot, tak layak kita mempertahankannya, sebab kita telah dipersaudarakan oleh Allah dalam ukhuwah islamiyah.

Wallahua’lam

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

twenty − fifteen =